Mohon tunggu...
Arief Maulana
Arief Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Peneliti di Setjen DPD RI

As there is only one God in the universe, there should be only one love in this world.

Selanjutnya

Tutup

Trip

Imaji Istanbul

17 Januari 2019   10:25 Diperbarui: 17 Januari 2019   12:31 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Travel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Sebuah pepatah klasik Eropa mengatakan, "if you want riches, go to India. If you want learning, go to Europe. But if you want imperial splendour, come to the Ottoman Empire and its capital, Istanbul". Pepatah tersebut menggambarkan betapa dahsyatnya kemegahan Imperium Ottoman dan pesona ibu kotanya itu. Istanbul benar-benar kota yang eksotis dan menyihir. 

Eksotisme dan sihir Istanbul sebagai bekas ibukota dua negara adidaya dunia sekaligus, Byzantium (Romawi Timur) dan Ottoman (Turki Usmani), masih terus terpancar hingga sekarang. Kaisar Legendaris Perancis Napoleon Bonaparte pernah berujar tentang kemegahan Istanbul: "jika dunia ini adalah satu negara, maka Istanbul yang paling pantas untuk menjadi ibukotanya".

 Terletak di tepian Selat Bosphorus yang membelah Eropa dan Asia, Istanbul pun menjadi satu-satunya kota di dunia yang berdiri mengangkangi dua benua sekaligus. Disinilah tempat bertemu Timur dan Barat, kota tua pusat dunia yang terkenal di masa lalu maupun di masa sekarang. Saya dan istri berkesempatan mengunjungi Istanbul pada awal bulan November 2017 yang lalu, dalam sebuah misi perjalanan kebudayaan, pendidikan, sejarah, dan cinta tentunya.

 Bertolak dari Bandara Internasional Kuala Lumpur, kami tiba di Bandara Internasional Sabiha Gokcen Istanbul sekitar pukul 7 malam, setelah sebelumya sempat berkeliling Ibukota Qatar, Doha, untuk menghabiskan waktu transit seharian penuh. 

Bandara Sabiha Gokcen sendiri merupakan bandara internasional kedua Istanbul, setelah Bandara Ataturk, yang terletak di wilayah pinggiran Istanbul bagian tenggara. Sabiha Gokcen adalah nama wanita pertama Turki yang menjadi pilot sepanjang sejarah negara itu. 

Gokcen tercatat sebagai salah satu anak asuh Bapak Turki Modern Mustafa Kemal Ataturk yang menempa pendidikan penerbangan dan menjadi perempuan penerbang pertama di Turki. Sabiha Gokcen juga dikenang menjadi salah satu ikon tonggak sejarah kemodernan dan kemajuan perempuan Turki.

 Setelah melewati prosesi imigrasi yang sangat mudah, kami pun keluar bandara. Saat pertama kali menginjakkan kaki di Istanbul, kami tak terlalu menemukan imaji Turki yang islami sebagaimana dibayangkan pengagum Recep Teyyip Erdogan dan Adalet ve Kalknma Partisi (AKP) di Indonesia. Kami juga tak banyak menemukan kemurungan (hzn) yang berulang kali dibicarakan Orhan Pamuk (Novelis Turki Penerima Nobel Sastra 2006) sebagai jiwa Istanbul. 

Mungkin kami salah memilih tempat, namun di seputar hotel tempat kami menginap di dekat dermaga Eminonu, hedonisme sangat mudah terlihat. Di jembatan galata, tempat dimana kami sering makan malam, berjejer restoran-restoran mewah yang dipenuhi lampu remang-remang, dipadati pengunjung berpakaian dandy, yang kecemerlangannya tak kalah dari orang-orang Eropa di London, Wina, Berlin atau Paris.

 Tentu gampang menemukan perempuan berhijab, namun jumlahnya tidak mencolok untuk ukuran negara dengan partai penguasa berbasiskan agama, yang di Indonesia banyak dianggap sebagai representasi pemerintahan Islam yang pantas diteladani. Beberapa orang terlihat mengenakan kopiah khas Turki, fez, namun rasa-rasanya kebanyakan orang-orang tua yang mengenakan. Jarang anak muda yang mengenakan fez di kepalanya. Pemuda pemudi Turki lebih senang memakai pakaian Modern ala Eropa.

 Saat menelusuri beberapa tempat di Istanbul, bukan hal aneh melihat lagi apa yang terjadi di mobil berkap terbuka itu. Public display of affection, dari sekadar berangkulan sampai berciuman, beberapa kami lihat. 

Saat hangout di Jalan Istiqlal yang menjadi kawasan turis istanbul, suasa peringatan Republic Day masih sangat terasa (peringatan Cumhuriyet Bayram atau Republic Day, 29 Oktober, untuk mengenang berdirinya Turki menjadi republik). Suara knalpot mobil, ditingkahi teriakan yang tak kami mengerti, memecah dentum suara musik dari klub-klub malam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun