Dulu, zaman masih kecil, kalau kita butuh duit, akan begitu mudah minta pada orang tua. Perkara dikasih, ya itu tergantung kebijakan orang tua masing-masing. Semakin beranjak dewasa, dengan alibi kebutuhan hidup yang meningkat, nilai uang yang diminta semakin banyak. Dan orang tua dengan berbagai cara, berupaya memenuhi permintaan anaknya.
Ketika lantas sang anak lulus sekolah, batasan yang lazim dipakai oleh orang tua untuk melepas anaknya, maka sang anak harus berupaya hidup dengan kerja keras sendiri.
Kalau yang saya alami, dibiayai mati-matian sampai kuliah, dengan tanggungan 3 adik, saya nggak enak sekolah lama-lama. Akhirnya, kuliah pun dipercepat. Selesai kuliah, saya harus berjuang untuk hidup dengan gaji sendiri, entah cukup atau tidak.
Nah, ada kalanya, pekerja-pekerja baru ini butuh uang dalam jumlah besar. Ada yang perlu untuk investasi, untuk kebutuhan pokok, kebutuhan sekunder, atau apapun. Darimana uang itu diperoleh?
Dari berbagai alternatif, berhutang pada orang tua adalah salah satu jalan.
Nah, masalahnya. Berhutang pada orang tua itu punya peraturan yang agak aneh. Ada tipe orang tua yang tidak pernah menagih, ada yang keras dengan komitmen dan menagih. Tapi bagaimanapun orang tua, ketika sang anak bilang tidak bisa mengangsur, nafas sebagai orang tua masih mengalun, dan hutang pun delay. Persoalannya, lama-lama ada anak yang mulai kurang ajar, dari seharusnya 600 ribu per bulan menjadi 50 ribu dua bulan sekali. Lha, kapan lunasnya?
Kalau mau bicara kondisi yang baik, dengan kehidupan anak, seharusnya ya anak membantu orang tua, bukan merecokin orang tua lagi dengan berhutang. Tapi kalau pas kepepet, memang harus meminjam, ya tentu sangat baik jika kewajiban sebagai debitur-kreditur bisa dipenuhi.
Saya pernah berhutang beberapa juta dari orang tua di rumah dan mengangsur 500 ribu selama 20 bulan untuk itu. Dan syukurlah, hutang itu akhirnya lunas dengan lancar. Cerita dari teman lain, malah orang tuanya yang balik berhutang padanya, sesuai komitmen bersama, karena pada waktu yang lain, ia berhutang pada orang tuanya dan diangsur per bulan juga. Ada juga teman yang dapat uang modal wirusaha dari orang tuanya dengan termin pembayaran tertentu.
Saya kurang paham hukum berhutang pada orang tua dari sisi agama. Tapi bagi saya, sebaiknya memang tidak lagi mengganggu kehidupan orang tua terutama secara finansial, lebih baik lagi kalau membantu. Kalaupun memang harus berhutang, maka bayarlah hutang itu dengan komitmen yang baik dan benar. Orang tua mungkin tidak akan menagih, tapi sang anak hendaknya punya kesadaran untuk itu.
Bayangkan betapa besar effort orang tua untuk kita dahulu, ketika kita tidak bisa apa-apa? Masak sih harus merepotkan orang tua ketika seharusnya mereka menikmati hidupnya?
Tulisan ini terinspirasi dari sharing seorang saudara tentang hutang anak-anaknya