Mohon tunggu...
Ariel Arrayyan
Ariel Arrayyan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

perlukah kau tahu bahwa saya ingin tahu apa yang kau mau tahu?

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hadiah Tuhan untuk Manusia di Musim Hujan

15 Desember 2012   15:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:35 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber: rtrw-bobotsari.blogspot.com)

Bagi wilayah di Indonesia, bulan Desember merupakan bulan untuk musim pengujan. Lihat saja, saban sore kumpulan Cumulus abu-abu itu telah merajai langit, menanti ketetapan dari Sang Pemilik Hujan untuk berlabuh di tanah yang mana, lalu turun membentuk arsiran-arsiran jernih yang memenuhi seantero cakrawala.

Pada masa lalu, kebiasaan sewaktu kecil, bila hujan sudah turun dengan deras, hampir semua anak-anak baik perempuan maupun laki-laki secara serentak bergerak tanpa aba-aba terjun ke arena untuk bermain di luar rumah. Tanpa menghiraukan kecemasan sang Bunda yang selalu memperingati dan was-was menanti di rumah, anak-anak itu dengan riang bermain habis-habisan tanpa perduli menjadi kotor ataupun menggigil akibat suhu yang dingin. Bayangkan saja, mereka sampai-sampai bermain di selokan! Ya, selokan bahkan menjadi arena favorit untuk bermain luncur-luncuran disebabkan karena kemiringannya yang sempurna yang membuat air dalam dimensi ruangnya dapat mengalir turun dengan deras. Tapi tentunya, selokan yang dimaksud disini berbeda dengan selokan-selokan di kota-kota besar yang airnya menggenang dan tidak mengalir, bahkan telah berubah menjadi pekat dan berbau busuk. Bukan seperti itu.

Mereka terus-terusan bermain sembari menanti hujan selesai. Lalu, bila awan telah menutup keran-keran pancurannya dari langit, merekapun bergegas mengakhiri permainan dan pulang ke rumah. Sampai di rumahpun mereka tak perlu khawatir, bunda telah siap menunggu di teras rumah sembari membawa handuk dan air bilasan agar katanya tidak mendapat sakit kepala. Sungguh, memori-memori seperti itulah yang menghiasi masa kecil mereka.

[caption id="" align="aligncenter" width="399" caption="Ilustrasi (sumber: rtrw-bobotsari.blogspot.com)"][/caption]

Kini, anak-anak kecil itu telah tumbuh menjadi dewasa. Telah tumbuh menjadi wajah-wajah manusia dewasa yang selalu menggerutu bila turun hujan. Tak ada lagi sambutan hangat terhadapnya seperti masa lalu. Sebab hujan katanya telah menghalanginya untuk pergi ke kantor, menghalanginya untuk menjemur pakaian, membuatnya cemas akan banjir, membuatnya cemas akan penyakit serta masalah-masalah lainnya.

Rupanya kini mereka telah lupa. Lupa bahwa Tuhan selalu mengiriminya hadiah di musim hujan. Hadiah terbesar dan terbaik yang telah terlupakan seiring bertambahnya usia. Hadiah itu bernama hujan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun