Berburu buku sudah menjadi tradisi setiap bulan bagi saya. Dulu, sewaktu masih di Bandung saya menapaki setiap sudut dan jalanan kota yang tersedia buku di dalamnya. Dari toko buku di seputaran kampus, Palasari hingga ke Jalan Dewi Sartika.
Pada suatu minggu, tiga tahun yang lalu, saya menyusuri jalanan Dewi Sartika. Tiada lain maksud dan tujuan saya hanya tertuju untuk berburu buku. Tak disangka rupanya buku yang saya cari tidak ada, setelah menjajaki dari satu penjual ke penjual lainnya.
Tibalah kaki ini di penjual terakhir, sebuah kios di ujung jalan. Si Bapak penjual, menawarkan buku ini kepada saya. Buku yang sudah tak terjamah oleh tangan manusia. Buku yang lusuh, kusam, dan berdebu.
Terbaca judul buku tersebut "WAYANG GOLEK: De fascinerende wereld van het klassieke West-Javaanse poppenspel" Karya penelitian Peter Buurman, seorang warga Belanda yang datang ke Indonesia tahun 1975. Buku yang diterbitkan dalam edisi Bahasa Belanda, tahun 1980 itu dengan fasih dan detail menerangkan tentang Wayang Golek Jawa Barat.
Hari ini, saya membuka kembali buku itu, hendak mencari tahu apa sesungguhnya isi dan hasil di balik penelitiannya. Dengan bantuan mesin pencari, saya dituntun dari satu web ke web lainnya, dari satu situs ke situs berikutnya. Ternyata, buku ini tidak terbit dalam Bahasa Indonesia. Tak kalah menariknya, Perpustakaan Nasional dan beberapa perpustakaan kampus hanya memiliki satu eksemplar buku ini.
Buku ini tersedia dalam dua bahasa. Pertama, edisi asli Bahasa Belanda. Kedua, telah diterjemahkan dalam Bahasa Inggris dengan judul "WAYANG GOLEK: The Entrancing World of Javanese Puppet Theatre" diterbitkan oleh Oxford University Press tahun 1988. Dalam satu situsnya, Cambridge University Press menawarkan buku ini dengan harga fantastis, 50 Pound atau sekira 900 ribuan lebih (koreksi jika saya keliru).
Ini akan menjadi koleksi maha penting bagi saya, di antara beberapa koleksi buku lainnya. Satu hal yang menjadi kesadaran baru bagi saya, rupanya buku tidak hanya menawarkan tulisan, bacaan dan gagasan penulis. Ia lebih dari itu, bisa menjadi investasi dan aset tak bergerak sebanding dengan barang lainnya. Bahkan, menjadi saham jariyah bagi penulis, penjual, pembaca, pengoleksi, pemulia aksara dan kata-kata.