Mohon tunggu...
arie febstyo
arie febstyo Mohon Tunggu... Tenaga Lepas -

Penggemar Malam

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Tetap Aktif Meski Jiwa Terusik

2 September 2014   23:21 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:47 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Taicing: Penderita skizofrenia menjalani pengobatan seumur hidup. Dapat disembuhkan.

Ingatan Hadi Sucarsa kembali terkenang pada kejadian sembilan tahun silam. Ketika itu, dia berlari-lari ke sana kemari dan mengamuk. Dia merasa banyak suara-suara terdengar di telinganya. “Keluarga saya menduga saat itu saya kesurupan,” ujarnya.

Keluarga lantas membawa Hadi ke rumah sakit. Setelah diperiksa, ternyata dia dinyatakan mengalami skizofrenia, yaitu penyakit gangguan jiwa berat. Penyakit ini ditandai dengan perubahan tingkah laku  aneh, mengalami halusinasi panca indera dan waham yaitu keyakinan palsu yang dipertahankan. Sejak itu Hadi menjalani pengobatan. “Sampai saat ini saya masih berobat,” ujarnya.

Selama berbulan-bulan sampai tahunan, Hadi hanya di rumah dan tidak bicara. Hingga pada 2009, keluarganya mendorong dia bergabung dengan Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) di Jatinegara, Jakarta Timur. Setelah bergabung, dia merasa kondisinya lebih baik. Dia merasa memiliki teman ngobrol sehingga bisa berkomunikasi dan bersosialisasi lagi. “Dulu kosa kata saya sempat hilang 80 persen, namun sekarang sudah terbangun lagi,” ujarnya.

Pria yang pernah tiga kali dirawat lantaran skizofrenia ini mengaku sudah sembuh. “Saya ngerasa udah sembuh karena fungsi sosial saya sudah bagus,” katanya. Kini, dia  berperan menjadi tim pendukung untuk membantu sesama penderita skizofrenia.

Bagus Utomo, pendiri KPSI, mengungkapkan komunitasnya memiliki program kerja yang berorientasi pada edukasi dan layanan terhadap orang dengan masalah kejiwaan, terutama skizofrenia. Di antaranya membuat kegiatan edukasi untuk keluarga maupun pasien tentang apa dan bagaimana pengobatan skizofrenia, membuat kelompok sharing agarpenderita dan keluarga tidak merasa sendiri menghadapi penyakit itu, konseling dengan psikolog, yoga, kursus bahasa Prancis, hingga terapi seni. “Jadi program ini dibuat agar pasien punya sarana untuk sosialisi,” ujarnya. Setiap tiga bulan sekali, KPSI juga mengadakan seminar awam untuk mensosialisasikan penyakit kejiwaan.

Program kerja komunitas yang berdiri pada 2009 itu pun membuahkan hasil. Beberapa pasien yang sering datang ke KPSI telah sembuh. Walaupun proses penyembuhannya memakan waktu cukup lama hingga bertahun-tahun. “Penyembuhan ini bertahap, dan kami  juga tidak bisa menjanjikan kesembuhan tersebut,” ujar Bagus. “Di sini kami  hanya mendorong pasien, walaupun dengan gangguan jiwa masih bisa melakukan hal yang produktif,” dia menambahkan.

Dr. Carla R. Marchira, SpKJ menjelaskan, kemungkinan penderita untuk sembuh total selalu ada. Hal yang paling penting adalah ketaatan dalam pengobatan, seperti minum obat dan rawat jalan secara teratur. Juga mendapatkan dukungan dari keluarga dan orang-orang sekitar, dan tetap melakukan aktivitas. “Walaupun masih minum obat bukan berarti penderita tidak bisa hidup normal,” ujarnya.

Skizofrenia dapat diobati dengan obat-obatan antipsikotik, yaitu antipsikotik tipikal seperti haloperidol, chlorpromazine, fluphenazine, trifluprazine, dan antipskotik atipikal seperti risperidone, quetiapine, olanzapine, dan clozapine. “Pengobatan untuk skizofrenia biasanya membutuhkan waktu bertahun-tahun,” ujar Carla. “Seringkali setelah pulang dari rumah sakit gejala membaik namun kambuh kembali karena penderita tidak mau minum obat,” dia menambahkan.

Namun, obat-obat tersebut memiliki efek samping, di antaranya badan kaku-kaku, cara berjalan seperti robot, air liur menetes terus, bola mata seperti ingin melihat ke atas terus, dan tangan gemetaran.

Pengobatan untuk penderita skizofrenia memang harus dilakukan seumur hidup. Biasanya pada awal-awal diberikan obat yang berdosis tinggi. Dosis itu  nantinya akan dikurangi.  “Biasanya bila obat yang diberikan dosisnya rendah, fase tersebut biasanya disebut level pemeliharaan,” ujar Bagus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun