Mohon tunggu...
arie febstyo
arie febstyo Mohon Tunggu... Tenaga Lepas -

Penggemar Malam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar Bersyukur dari Seorang Tunarungu-wicara

17 April 2016   01:08 Diperbarui: 19 April 2016   22:28 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Supiyati bersama anaknya, wanita tunarungu-wicara penjual gado-gado di Desa Sasak Kab Tangerang"][/caption]Semangat telah mengalahkan rasa lelah yang tampak jelas diwajahnya, semangat itu sudah mengeringkan airmatanya, semangat juga yang sejatinya menjadikan ia kuat.

Belum lama ini saat saya berkunjung ke Desa Sasak yang berada dipinggiran Kabupaten Tangerang. Disana saya bertemu sosok perempuan parubaya yang secara tidak langsung mengingatkan saya untuk selalu bersyukur. 

Sosok sederhana tersebut adalah Supiyati, seorang penjual gado-gado yang tinggal di desa Mauk. Rasa lapar mempertemukan kami sebagai seorang penjual dan pembeli, sampai akhirnya saya pun mengenal sosok ini dan mendapat pelajaran yang berarti.

Sekilas Supiyati tidak terlihat memiliki keterbatasan, namun ternyata dia adalah penyandang tuna rungu dan tuna wicara. Kaget.

Sedikit kelabakan saat memesan satu porsi gado-gado, karena saya tidak mengerti sama sekali apa yang diucapkannya, ditambah lagi dia tidak dapat mendengar. Sampai akhirnya datanglah seorang nenek yang merupakan tetangga depan rumah yang datang membantu memesan gado-gado untuk saya. 

"Klo warga sini udah tau, udah ngerti bahasanya dia," kata nenek tersebut sambil menunjuk Supiyati. Dan mereka berdua tertawa dan saya pun ikut tertawa. Gado-gado pesenan saya sudah jadi, nenek yang tadi juga masih disini, sambil makan saya memperhatikan keduanya berbincang.

Melihat senyum Supiyati yang selalu mengembang saat berbincang sama si nenek, saya pun terpancing  untuk masuk kedalam obrolan mereka. Sambil melahap gado-gado, kami mulai saling bertanya jawab, suasana pun menjadi akrab. Mungkin si nenek tau apa yang saya pikirkan, dia pun banyak menceritakan tentang Supiyati kepada saya.

Disamping menjadi seorang ibu dari tiga orang anaknya yang masih kecil, Supiyati juga seorang janda. sudah lima tahun ini dia berperan sebagai tulang punggung keluarga, menggantikan suaminya yang lebih dulu dipanggil sang pencipta. Makin salut dengan sosok perempuan ini.

Pagi sampai siang dia berjualan dirumah, siang hingga soreh dia mendorong gerobak, bekeliling sampai ke desa lain, menjemput rezeki untuk ketiga anaknya. Keterbatasan tidak dia hiraukan demi mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Biasanya, dalam sehari Supiyati membawa pulang uang lima puluh ribu sampai seratus ribu, tak jarang pula dia membawa pulang uang kurang dari lima puluh ribu, dari hasil jualan gado-gadonya yang satu porsinya dia jual  dengan harga Rp3000, sudah sama lontong, mie, dan sayurannya. Ini merupakan gado-gado termurah yang pernah saya makan.

Sungguh sosok ini sangat menginspirasi, dibalik keterbatasan dan kekurangan yang ia miliki, terdapat kemuliaan. Dimana dia dapat menerima segala keadaan dengan dengan ikhlas dan memaknainya sebagai anugerah dan karunia dari tuhan yang patut untuk disyukuri, dari situlah kebahagiaan yang hakiki bermula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun