Mohon tunggu...
Arief Azizy
Arief Azizy Mohon Tunggu... mahasiswa -

Mahasiswa di Program studi Psikologi, hobi : membaca dan menulis, karena itu bagian dari eksistensi. Hoby berangan angan untuk terus maju kedepan. e-mail : azizyarief@gmail.com berbagi itu indah, kawan !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibu, Tempat Berlindung Anak

21 Februari 2016   11:10 Diperbarui: 21 Februari 2016   11:39 751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber: Buahhati.com"][/caption]Kasus kekerasan pada anak membuat orang tua semakin waspada dalam mendidik dan melindungi anak. Kasus pembunuhan bayi di sumedang, tentunya menjadi perhatian khusus bagi kalangan orang tua. Begitu malang nasib seorang bayi itu, tidak bisa menikmati manisnya kehidupan di dunia. Dan begitu juga ibu kandungnya yang membunuh bayinya sendiri, dengan alasan sang suami tidak menafkahi anak dan istrinya. Masalah ini menambah pilu saja akan banyaknya kekerasan pada anak. Seharusnya seorang ibu memberi rasa aman terhadap seorang anak, bukan malah menjadi sosok yang mengerikan buat anak. Dalam benak sang anak, sosok ibu merupakan tempat yang pali-ng aman untuk berlindung setiapkali diancam bahaya. Sosok ibu mampu membangkitkan kepercayaan diri, kehangatan, dan kekuatan anak. Ya, seorang anak akan menganggap ibunya sebagai manusia terkuat dan tak terkalahkan. Sosok ibu adalah tempat berlindung dalam, setiap keadaan.

[caption caption="sumber: ibudanmama.com"]

[/caption]

Memang, tak jarang kita jumpai banyaknya kaum ibu yang begitu lemah, rapuh, danb tidak memiliki kekuatan, bahkan jauh lebih lemah dari anaknya. Namun, di hadapan anaknya, ia merasa begitu perkasa. Perasaan tersebut tentu sangat penting demi membangkitkan kekuatan dan ketrentraman hati sang anak.

Seorang anak mengenal ibunya sejak usia tiga bulan. Ia akan mengetahui bahwa kehidupannya berkaitan erat dengan kehidupan ibunya. Sewaktu menyadari kehadiran ibunya yang menjadi tempat bergantung selama ini, niscaya ia tidak akan mau duduk barang sebentar pun dalam pangkuan orang lain. Sedikit saja ibunya menjauh, ia akan memprotesnya dengan cara menangis dan menjerit dengan sekeras – kerasnya. Kebutuhan terhadap ibu akan menjadi jelas setelah sang anak memasuki usia dua tahun. Dan itu akan terus membesar, hingga mencapai puncaknya pada usia lima atau enam tahun.

Adakalanya seorang ibu memperjakan orang lain untuk mengasuh anaknya. Mulanya, sang anak mungkin mau menerima hal itu secara lahiriah. Namun, setelah beberapa hari, kita akan menyaksikan anak tersebut mulai mengeluh. Dan tak lama kemudian, ia pun menangis seraya mencari ibunya.

Sejumlah penelitian membuktikan bahwa sampai usia tiga tahun, seorang anak akan menganggap ibunya sebagai tempat berlindung. Namun sewaktu dirinya mulai mengenali dan memahami keadaan, pandangan itu pun segera berubah. Mulai saat itu, ia akan berlindung kepada ayahnya demi menyelesaikan segenap kesulitan yang dihadapinya. Terlebih kesulitan – kesulitan yang menuntut kekuatan.

[caption caption="sumber: health.detik.com"]

[/caption]

Sangatlah pentiung menjadikan hidup anak nyaman dan tentram. Sebab, ia akan membantu pertumbuhan dan kesempurnaan kepribadiannya, kesempurnaan yang akan di capai anak terdiri dari :

1. Ketenangan Emosional

Seorang anak harus yakin bahwa kedua orang tuanya mencintai dirinya, merasa memiliki seorang ibu yang mencintai dan memuliakannya. Jika tak seorang pun di dunia ini yang mencintainya, maka ibunyalah yang harus mencintai dan menyayanginya. Dikarenakan kecintaannya, seorang ibu akan membelikan anaknya segenap hal yang dibutuhkan, seperti makanan, pakaian, dan mainan.

Kepercayaan diri anak berkaitan erat dengan rasa tentram tak adanya rasa tentram terkadang menyebabkan terjadinya cacat jasmani dan ruhani anak. Kelak ketika dewasa, ia akan menjadi pengecut, merasa rendah diri, dan selalu terbelakang. Anaka – anak seperti itu hanya akan memperhatikan cacat dirinya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun