Mohon tunggu...
Muhammad Arief Ardiansyah
Muhammad Arief Ardiansyah Mohon Tunggu... Lainnya - Business Analyst

Pencerita data dan penggiat komoditi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Muka Dua Yasonna Mengamputasi KPK

21 Januari 2020   10:29 Diperbarui: 21 Januari 2020   10:44 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Yasonna Laoly. Sumber: Kompas.

Headline Tirto pada tanggal 20 Januari 2020 mengandung frase yang amat menarik: Politik Muka Dua Yasonna. Tirto menyebutnya sebagai wujud intervensi negara dalam kasus yang menjerat PDIP di KPK.

Istilah Politik Muka Dua di Indonesia salah satunya dipopulerkan lewat terjemahan buku karangan David Runciman. Judul aslinya ialah Political Hypocrisy: The Mask of Power, From Hobbes to Orwell and Beyond, yang kemudian diterjemahkan menjadi Politik Muka Dua: Topeng Kekuasaan Dari Hobbes Hingga Orwell.

Dalam buku tersebut, David Runciman mengemukakan istilah Kemunafikan Politik. Runciman menyatakan bahwa bentuk Kemunafikan Politik paling berbahaya ialah mengklaim memiliki politik tanpa kemunafikan.

Uniknya, Runciman berpendapat bahwa Kemunafikan Politik itu memang harus kita terima karena ia merupakan fakta politik. Hanya saja, kita harus terlatih dalam membedakan mana bentuk Kemunafikan Politik yang berbahaya berdasarkan varietas potensi perusakannya.

Karenanya, Politik Muka Dua sesungguhnya merupakan hal yang lumrah. Semua politisi bisa melakukannya. Tetapi meskipun begitu, tentu Tirto bukan tanpa alasan dalam menggunakan frase unik yang satu ini.

Latar belakangnya adalah kehadiran Menkumham Yasonna Laoly pada konferensi pers Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) terkait kasus suap Komisioner KPU Wahyu Setiawan yang diduga dilakukan oleh kader PDIP Harun Masiku. KPK sendiri telah menetapkan keduanya sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Yasonna berdalih kehadirannya saat itu sebagai Ketua DPP Bidang Hukum dan Perundang-undangan PDIP, bukan sebagai Menteri Hukum dan HAM. Beliau bahkan meminta agar publik tidak mencampuradukkan kepentingannya sebagai Menkumhan dan Ketua DPP dari partai pemenang pemilu 2019 itu.

Masalahnya, konferensi pers tersebut berujung pada pelaporan tim hukum PDIP atas penyidik KPK kepada Dewan Pengawas. Tim hukum PDIP, yang jelas-jelas dibentuk oleh Yasonna, mengadukan penyidik KPK atas upaya penggeledahan penyidik KPK terhadap kantor PDIP pada Kamis (9/1/2020) yang lalu.

Inilah mengapa Tirto menyebut Yasonna tengah menjalankan politik muka dua. Atas nama Menkumham, Yasonna gemar menggalakkan penegakan hukum di Indonesia. Sementara atas nama ketua DPP PDIP, Yasonna sendiri-lah yang membentuk tim untuk melaporkan KPK karena telah berusaha menggeledah kantor partainya.

Tentu saja Yasonna boleh membantah tudingan ini, dan beliau memang sudah melakukannya. Di hadapan para wartawan, Yasonna membantah keras bahwa dirinya bisa melakukan intervensi terhadap kasus dugaan suap yang menjerat kader partainya itu.

Namun sebagaimana dikatakan oleh Peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada Harian Kompas, status Yasonna sebagai Menteri tetap tidak bisa dilepaskan. Pasalnya kehadiran pak Menteri dalam konferensi pers tersebut jelas memperbesar potensi conflict of interest dalam kasus ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun