Puing - puing kenangan yang berserakan,
Malam ini aku coba menghibur hati. Sambil duduk di pinggir pantai Ancol, di atas bebatuan . Segelas kopi dan sepiring cake menemani kesendirian ku. Kuputar lagu Knife dari youtube di Hp ku, yang memang sering kudengarkan sejak remaja dulu di tanah asal ku, hingga aku merantau dan melanglang buana ke se antero Nusantara.  Dari Jawa sampai  Sumbawa, hingga Bulukumba di Sulawesi sana.Â
Ku keluarkan surat yang dulu pernah di titipkan nya, ketika kami bertemu di Ramayana, delapan tahun yang lalu:
----------------------------------------------
 Assalamualaikum. ww                    Tengah malam  di kesunyian,
Cintaku,
Maafkan aku yang tak pernah membalas surat- surat mu. Karena  aku memang tak begitu pandai merangkai kata.
Begitu bunyi kalimat pembuka surat  itu, :
"Surat ini kutulis ditengah malam, ketika semua orang  sudah terlelap. Aku tak tahu darimana harus kumulai?  Tapi aku ingat puisi yang pernah dulu dikirimkan kepada ku, itulah mungkin yang akan mewakili perasaan ku selama ini "
Sekuntum senyum mengembang dalam aliran rasa
Rahasia apa yang diam dalam debaran?
Saat kau seperti kijang hutan,
meloncat -loncat di hadapan
Kusimpan ujudmu , dari sepi ke sepi ,Â
Kutunggu hadirmu, dari hari ke hari
Kupanggil nama mu , dari hati ke hati,
Bayang mu semu
Hatiku membeku
Rindu ku membatu,.."
Sampai disini dada ku terasa mulai sesak, dan air mata mulai menetes perlahan, aku terisak kepedihan  :
"Sayang  ku,
.".Sejak  kau menyelimutkan jaket kepundak ku di Rasau Jaya tempo hari, dada ku bergetar hebat. Aku tak tau apakah itu cinta atau bukan. Yang aku tau, sepulang nya kita dari perkemahan, aku merasakan perasaan bahagia yang meluap. Dan ketika kau datang kerumah untuk mengambil jaket itu, disitulah aku menemukan jawaban, bahwa aku juga menyukai mu. Hanya saja kita masih terlalu muda saat itu. "  tulis nya.
"Sebagai anak tertua, aku merasa memikul tanggung jawab untuk membantu kedua orang tua ku, mendukung adik ku"
Aku bercita - cita, setamat nya SMA nanti, aku akan mencari kerja, dan berbuat sesuatu untuk mereka," Itulah kenapa aku tak pernah memberikan jawaban kepada mu, karena aku takut kau tidak akan mendukung sikap ku" Aku juga tidak ingin mengikat mu, karena aku menganggap, "kalau jodoh takkan lari kemana" Â Itulah kenapa aku mengutus sepupu ku tempo hari, ketika kudengar kau akan berangkat ke luar negeri, terus terang, aku takut kehilangan""
Tetesan air mata mulai bercucuran membasahi surat yang kubaca dan kupegang dengan tangan gemetar malam itu  :
" Tanpa sepengetahuan mu, aku selalu memantau mu.
Aku tau bahwa kau tak pernah mabuk dan minum minuman keras, Itu salah satu kebaikan yang membuatku mencintaimu dalam diam.
Untuk meyakinkan diri ku, ketika suatu malam, aku merasa sangat rindu untuk bertemu, lalu keluar rumah, dan secara kebetulan, kulihat kau tengah nongkrong sendirian di dekat gardu listrik depan pintu kota gerbang istana. Dihadapan mu ada segelas  air berwarna hitam. Malam itu, tanpa ragu -  ragu, kutenggak gelas itu, yang ternyata  memang isinya hanya segelas kopi ," Â