Mohon tunggu...
ari dwi nurjanah
ari dwi nurjanah Mohon Tunggu... Mahasiswa

Menyanyi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Anak yang diam di kelas yang ramai: Mengungkap psikologi kesepian dalam lingkungan pendidikan

3 Oktober 2025   06:35 Diperbarui: 3 Oktober 2025   06:35 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak yang Tenang di Kelas yang Ramai: Mengungkap Psikologi Kesepian dalam Lingkungan Pendidikan

Di dalam sebuah ruang kelas yang bising---guru dengan penuh semangat mengajar, siswa-siswa saling bercanda, dan tawa terdengar di berbagai sudut---ada seorang anak yang memilih untuk tidak bersuara. Ia tidak ikut berdiskusi, tidak tertawa dengan yang lain, dan lebih sering hanya menundukkan kepala, memandang buku atau menggambar di kertas kosong. Beberapa orang mungkin menganggap ini sebagai hal yang biasa, hanya sebatas "anak yang pendiam. " Namun, dalam pandangan psikologi pendidikan dan sosial, ada indikasi berbeda: ada kemungkinan anak tersebut mengalami kesepian meskipun dikelilingi banyak teman.

Fenomena ini dinamakan kesepian di tengah keramaian. Anak tersebut merasa terasing walaupun berada di tengah kerumunan. Penyebabnya bervariasi: bisa jadi kesulitan dalam menjalin persahabatan, mengalami penolakan dari teman, pernah dibully, atau kurang percaya diri akan kemampuan akademiknya. Bahkan, anak yang sangat pintar bisa merasa terasing ketika tidak memiliki teman yang memahami cara berpikirnya.

Dampak psikologis yang ditimbulkan oleh situasi ini cukup serius. Kesepian dapat mengurangi motivasi untuk belajar, membuat anak sulit berkonsentrasi, bahkan memicu kecemasan sosial. Selain itu, anak mungkin akan kehilangan ketertarikan untuk berinteraksi, yang selanjutnya dapat menghambat perkembangan keterampilan sosial yang penting untuk masa depannya.

Di sinilah peran guru dan institusi pendidikan menjadi sangat vital. Guru harus mampu mendeteksi tanda-tanda anak yang berusaha menghindar, bukan hanya mengandalkan penilaian akademis. Strategi yang melibatkan kegiatan dalam kelompok kecil dapat membantu anak merasa lebih nyaman untuk berinteraksi. Budaya kelas yang mendorong empati---seperti mengajarkan siswa untuk saling menghargai dan mendukung---akan membuat perbedaan signifikan dalam mengurangi jarak sosial di antara siswa.

Kesepian di dalam kelas tidak seharusnya diabaikan. Karena pada dasarnya, pendidikan bukan hanya soal menambah pengetahuan, tetapi juga menciptakan suasana hati yang sehat. Anak yang merasa diterima dan mendapat dukungan sosial akan lebih mampu membangun rasa percaya diri, lebih aktif, dan siap menghadapi tantangan di luar lingkungan sekolah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun