Mohon tunggu...
Aridha Prassetya
Aridha Prassetya Mohon Tunggu... profesional -

Pemerhati Masalah Ketidakbahagiaan

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Aku Sakit karena Berdosa

14 April 2012   07:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:37 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari masih pagi ketika merasakan sesuatu yang tidak nyaman dalam diri. Ada yang tidak beres terasa di lambung. Saya panggil anak saya untuk membalur tubuh saya dengan minyak kayu putih. Selesai semuanya, dia pamit berangkat kerja. Sepeninggal dia, tidak berkurang sakit saya. Saya coba mencari alat setrum kaki untuk mengurangi rasa sakit. Tidak jua sembuh. Saya mencoba bertahan dan hanya berhasil hingga pukul lima sore. Kesakitan yang luar biasa membuat saya memutuskan harus ke RS. Saya telepon anak saya agar segera pulang menemani saya ke rumah sakit.

Sampai RS, langsung masuk IGD. Dokter Yayang, memeriksa. Seputar area lambung di tekan-tekan. Sakit sekali. “Kemungkinan maag, tapi saya sarankan periksa laborat untuk darah dan urine, siapa tahu ada yang tak beres dengan saluran kencing, biasanya begitu…”, kata dokter Yayang. Saya yang kesakitan tidak menolak meskipun saya yakin tak ada masalah dengan saluran kencing saya. Saya makin kesakitan. Sakitnya bahkan tembus ke bagian (pinggang) belakang.

Setelah diambil darah dan urine, dokter menyodorkan resep yang harus segera ditebus. Dijelasakan bahwa sakit yang saya derita akan segera berkurang, jika obat (cairan) tersebut diinfus melalui pembuluh darah punggung tangan saya. Anak saya menuju apotek RS, membayar jasa test laborat dan menebus resep yang diberikan dokter. Ternyata dari dua macam obat, RS hanya punya satu dan kami disarankan untuk membeli di luar RS. Saya bersama dokter dan asistennya di pembaringan, sementara anak saya mencari obat di apotek luar RS.

Asisten dokter mulai mencari-cari pembuluh darah pada punggung pergelangan tangan kanan saya. Cukup lama dia bekerja. Satu jenis obat sudah masuk, namun selang itu belum dilepas menunggu hingga anak saya mendapatkan obat berikutnya. Tiga perempat jam kemudian, datang anak saya membawa obat dan langsung disuntikkan dengan cara yang sama seperti obat sebelumnya. Saya tertidur, sementara menunggu hasil laborat. Empat jam kami berada di RS, akhirnya petugas lab mengantar hasil test lab yang menyatakan bahwa hasil test darah dan urin tak ada masalah. Semua bagus.

Sakit memang telah berkurang tapi saya lemas hingga beberapa hari. Dalam masa itu mencoba menyalakan computer bermaksud memulai kerja dan juga membaca-baca kompasiana. Namun tidak membahagiakan sebab computer terserang virus.

Saya meminta tolong pada anak saya agar computer saya dibersihkan dari virus. Tetapi, saya malah “dihukum” olehnya. “Mama tidak boleh nyalain computer, aku tidak akan bersihkan virusnya, sampai mama sembuh dulu…”, katanya. Saya yang tergeletak lemas di tempat tidur, tidak mampu berkutik. Sesekali menetes air mata dengan sendirinya, menyadari bahwa semua penyebab sakit itu bukan siapa-siapa tetapi saya sendiri.

Saya yang sudah lama menghindari rasa pedas berlebihan, telah melakukan pelanggaran berat. Waji, tukang yang sedang bebenah rumah, tidak menyukai menu harian saya. Hari itu saya menghidangkan goreng kerapu dengan sup wortel buncis, namun ia tidak selera makan. Hal ini membuat saya “kreatif”. Saya terlupa, bahwa definisi enak menurut Waji adalah sama dengan definisi mereka yang gemar makan di warung/resto (andhok).

Maka, keesokan harinya saya memasak menu yang tidak biasa. Dulu saya pintar memasak masakan Jawa dan saya menguasai bumbu masakan Jatim. Saya belanja daging, tahu dan bihun, dan bahan bumbu untuk membuat masakan “bumbu bali pedas”. Di desa tempat saya lahir, setiap ada hajatan, menu ini menjadi wajib. Saya buatlah hidangan menu seperti menu khas hajatan. Tak lupa, saya sediakan pula sayur pecel. Bener dugaan saya, tak ada sebutir nasi tersisa dalam piring Waji. Melihat bersemangatnya Waji makan dengan tak tersisan sebutir nasi pun, Waji seolah ingin mengatakan bahwa itulah yang dinamakan masakan. Bukan sup bening seperti yang saya hidangkan kemarinnya.

Saya jadi tertarik untuk mencicipi masakan saya. Hmm memang super lezat terasa, sebab sudah bertahun-tahun saya tidak pernah membuat masakan khas itu. Jadi hari itu, pagi siang malam, saya makan menu “bali pedas”. Tidak cukup pada hari itu, esoknya saya ulang lagi menikmati masakan yang bumbunya makin meresap.

Dan hasilnya seperti saya ceritakan. Maag menjadi terserang sakit. Sepulang dari RS, keadaan lambung saya tidak langsung membaik. Saya belum bisa langsung mengkonsumsi nasi, sebab lambung ini sepertinya masih menolak. Seluruh badan menjadi lemas dan sangat tidak nyaman.

Ketika saya masih harus berbaring untuk pemulihan dan masih menikmati sisa-sisa kesakitan, dating penyesalan yang tak terhingga. Saya tidak berdaya sementara di luar sana semua orang sibuk bekerja. Ketidakbahagiaan saya menyadarkan diri saya. Saya telah melukai diri sendiri, memperlakukan tubuh dan diri secara tidak begitu baik, hingga harus menerima akibatnya. Saya “berlebihan” dalam menikmati masakan hingga terlupa pada batas mana harus berhenti. Untungnya, Tuhan berkenan mengampuni dan mengasihi saya yang sebentar-sebentar menitikkan air mata. Seiring dengan ulangan-ulangan pengakuan dosa, DIA berangsur menyembuhkan keadaan saya. Terima kasih Tuhan…semoga saya tak lagi berbuat dosa, melakukan hal-hal yang melampaui batas, termasuk dalam mengkonsumsi makanan bagi tubuh dan jiwa. Amin.

Salam bahagia penuh karya!

Ditulis sebagai peringatan agar pembaca, tak mengalami "kelupaan", seperti saya. Senantiasa ingat untuk memperlakukan tubuh dan diri dengan baik-baik. Sebab sakit itu rasanya sakit sekali.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun