Mohon tunggu...
Ariani Kartika
Ariani Kartika Mohon Tunggu... Lainnya - Tinggal di Jogja

Suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Nature

Limbah Baterai Bekas, Ancaman Lingkungan Masa Depan

10 Mei 2021   14:43 Diperbarui: 10 Mei 2021   15:03 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Awal tahun 2021 jagat berita di Indonesia diramaikan dengan berita mengenai mobil Tesla, mobil bertenaga listrik diproyeksikan sebagai mobil masa depan yang ramah lingkungan. Berbeda dengan mobil konvensional yang berbahan bakar minyak bumi, mobil listrik tidak menghasilkan gas sisa hasil pembakaran berupa CO2 yang dibuang  melalui knalpot.

Pembakaran bahan bakar fosil, yang melepaskan gas dan bahan kimia, dituding sebagai salah satu penyebab polusi udara. Menurut suatu laporan di Uni Eropa tahun 2019, transportasi menyumbang 30% emisi CO2 di udara, dimana 75% dihasilkan oleh moda transportasi darat seperti mobil pribadi, bis, truk dan motor. Oleh karena itu  kehadiran kendaran yang digerakan oleh listrik digadang-gadang sebagai jawaban atas upaya untuk mengurangi emisi CO2 di atmosfir.

Tapi apa benar mobil listrik itu sepenuhnya ramah lingkungan? Untuk saat ini memang terlihat ramah lingkungan, tapi sebenarnya menyimpan bom waktu pencemaran alam yang serius di tahun-tahun mendatang, berupa limbah baterai bekas.

 Ada  prediksi dari analisa industri yang menyatakan bahwa pada tahun 2020, negara China saja sudah menghasilkan 500 ribu ton sampah baterai bekas, dan diperkirakan pada tahun 2030 seluruh dunia akan menghasilkan  2 juta ton per tahun. Sungguh angka yang fantastis.

Namun harap diingat, sampah baterai bekas berasal dari banyak barang yang akrab dengan kehidupan kita sehari-hari, seperti handphone, comuter, laptop, baterai dan barang-barang elektronik lainnya.

Jenis baterai sekarang yang banyak dipakai adalah jenis baterai lithium, yang menggantikan jenis baterai berbahan dasar timbal yang sudah ketinggalan zaman. Kelebihan baterai lithium ini memiliki sifat high energy density, yang artinya mampu menyimpan energi yang lebih banyak dalam ukuran yang kecil. Jangan heran jika baterai sekarang secara fisik ukurannya lebih kecil tapi bisa bertahan lebih lama.

Selain itu baterai lithium rechargeable , alias dapat diisi ulang yang otomatis akan memperpanjang umur baterai sebelum kita perlu mengganti dengan yang baru. Sebagai contoh saya belum pernah mengganti  handphone   selama hampir 5 tahun. Ini juga berarti saya belum memberi kontribusi sampah baterai ke bumi. Jika suatu hari  nanti saya perlu membeli handphone baru, jujur saja, saya tidak tahu kemana membuang hanphone lama.

Indonesia masih tertinggal dibanding dengan negara lain dalam urusan pemilahan dan penangan limbah. Mulai dari limbah rumah tangga sampai limbah baterai bekas dan barang-barang elektronik. Di beberapa negara disediakan tempat sampah khusus untuk membuang baterai bekas, handphone, kabel atau peralatan elektronik lainnya.Sedangkan di Indonesia pemilahan sampah masih tergantung pada kerja pemulung. Dan yang menyedihkan lagi  campuran sampah organik rumah tangga dan sampah electronik serta baterai bekas lebih kerap berakhir menjadi tumpukan sampah di TPA.  

Sebenarnya baterai bekas dan peralatan elektronik usang bisa didaur ulang untuk mendapatkan logam-logam berharga yang menjadi komponen barang tersebut.  Setelah cairan kimia berbahaya dipisahkan, barang bekas tersebut melalui proses pembakaran dengan suhu tinggi (smelting) untuk memisahkan komponen logam dan komponen non logam seperti plastik. Sayangnya jumlah logam berharga yang berhasil diekstraksi relatif sedikit jumlahnya. Tidak sebanding dengan biaya dan tingkat kesulitan prosesnya. Oleh sebab itu, pabrik daur ulang limbah bukan bisnis yang dilirik para  investor.

Ada yang berpendapat bahwa baterai lithium ini lebih ramah lingkungan dibanding dengan baterai jadul berbahan timbal. Namum beberapa pakar membantah hal tersebut. Penggunaan baterai timbal sudah berlangsung cukup lama, sehingga sudah cukup data dan kasus untuk melihat seberapa besar efek negatif yang ditimbulkan, baik untuk kesehatan manusia yang terekspos dengan limbah timbal maupun lingkungan yang tercemar.

Lain halnya dengan baterai lithium yang masih relatif baru, belum cukup data dan kasus untuk mempelajari seberapa besar dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh limbah baterai lithium. Namum jika melihat jumlah penggunaan baterai lithium yang tinggi, kita harus bersiap-siap untuk menghadapi ledakan limbah baterai lithium.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun