Mohon tunggu...
Ariana Maharani
Ariana Maharani Mohon Tunggu... Dokter - MD

Pediatric resident and postgraduate student of clinical medical science at Universitas Gadjah Mada, Instagram: @arianamaharani

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Cerita Pasien Pecinta Obat Anti Hipertensi

24 Juni 2022   15:35 Diperbarui: 24 Juni 2022   15:40 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Mengendalikan penyakit-penyakit kronis tanpa berusaha meninggalkan faktor-faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan dalam tulisan kali ini ialah faktor risiko terkait hipertensi seperti merokok, konsumsi garam berlebih, berat badan berlebih/kegemukan, kurangnya aktivitas fisik, konsumsi alkohol berlebih, dislipidemia atau tingginya kolesterol, stres, serta kurangnya aktivitas fisik, dengan sebanyak apapun obat yang diberikan dan dengan sekian dosis obat yang pada setiap kunjungan terus dinaikkan tentu keadaan seperti tersebut tak akan pernah dapat diandalkan.

Hal ini yang terjadi kepada pasien yang saya temui hari Jumat lalu. Pasien yang datang  kontrol sekian kalinya untuk mengetahui apakah tekanan darahnya sudah normal dan untuk melanjutkan pengambilan obat rutin seperti biasa. 

Tekanan darah pasien 160/90.  Tak jauh beda dari yang tertera di rekam medis sekitar 1.5 tahun yang lalu yakni 160/110. Padahal saat ku lihat rekam medis, sudah berbagai dosis dimulai dari dosis rendah hingga ke dosis sedang dan hingga dosis maksimum sudah diresepkan kepadanya. Sudah dikombinasi pula dengan obat-obatan hipertensi lain yang mekanisme kerjanya berbeda-beda namun tujuannya sama. 

Sambil memegang tengkuk dan kepalanya yang sakit, pasien berkata:
"Dok, ini kepala ulun bisa dicabut aja?" ucap beliau sambil tertawa. 

"Sudah berbagai macam obat ulun konsumsi dok, tapi kok tekanan darah begini begini saja?  Atau mungkin alat pengukur darahnya yang rusak dok?" Lanjut beliau kembali sambil melemparkan tawa. 

Bapak ini memang terkenal suka bercanda karena katanya sudah sangat akrab dengan seluruh tenaga kesehatan di Puskesmas ini. Dokter, perawat, ahli gizi, petugas rekam medis, petugas kebersihan, hingga petugas keamanan Puskesmas, tak ada satupun yang tak mengenal beliau siapa.  Mungkin 6 bulan ke depan, saya pun akan turut masuk jajaran teman akrabnya. 

Akhirnya pasien ini saya diagnosis dengan hipertensi resisten. Bagaimana tak resisten, jika seluruh kombinasi dan dosis obat telah dicoba. Penyebab resisten pasien ini tak lain tak bukan ialah gaya hidupnya yang tak pernah diubah sejak pengobatan hipertensi kali pertama.

Pasien ini ternyata belum mengurangi jumlah rokok per harinya, masih menyenangi ikan asin karena baginya tak ada makanan yang lebih enak selain makanan favoritnya, dan kopi yang katanya sebagai sebuah pelengkap akan identitas kebapak-bapakannya yang pada akhirnya membuat si pasien tak bisa tidur alias begadang hingga pagi buta. Sudah bisa diperkirakan bagaimana dialog selanjutnya saya dengan si bapak ini bagaimana. 

Lewat tulisan ini, penulis berharap kita tak pernah mendewa-dewakan obat saja tanpa ada usaha untuk berubah dari kita. Karena obat hanyalah obat yang mana sifatnya hanya pelengkap belaka. Modifikasi gaya hidup ke arah yang lebih sehat tentu adalah obat yang benar-benar utama. Mari menyayangi tubuh kita!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun