Pernahkah Anda melewati sebuah jalan yang penuh lubang, becek saat hujan, dan berdebu saat kering, namun tetap saja dilalui setiap hari oleh ribuan warga? Jika ya, maka kemungkinan besar Anda sedang berada di Bubulak, sebuah kawasan di pinggiran Kota Bogor yang justru mencerminkan realitas pahit tentang bagaimana ketimpangan infrastruktur terjadi di depan mata kita.
Bubulak bukanlah daerah terpencil yang jauh dari jangkauan pemerintah. Namun, ironisnya, kondisi jalannya yang rusak parah seolah dibiarkan begitu saja. Banyak warga, terutama pengguna motor dan pejalan kaki, harus rela bertaruh nyawa setiap hari. Truk-truk besar yang berlalu lalang menambah parah kerusakan, sementara genangan air kerap menutupi lubang-lubang di jalan, menciptakan potensi bahaya yang tak terduga.
Kerusakan ini tidak hanya menghambat mobilitas, tapi juga berdampak pada ekonomi warga. Ongkos transportasi jadi mahal, kendaraan cepat rusak, dan aktivitas usaha lokal terhambat. Belum lagi potensi kecelakaan yang terus mengintai. Dalam sebuah video amatir yang sempat viral di media sosial lokal, terlihat seorang ibu terjatuh dari motor karena lubang di tengah jalan. Namun, hingga kini, tak ada tanda-tanda perbaikan nyata dari pemerintah setempat.
Pertanyaannya: mengapa perbaikan jalan di Bubulak selalu tertunda? Apakah karena wilayah ini tidak dianggap strategis secara ekonomi? Atau karena suara warga Bubulak dianggap tidak cukup penting dalam kontestasi politik? Dalam era demokrasi seperti sekarang, hal ini sangat menyedihkan. Infrastruktur seharusnya menjadi hak dasar setiap warga negara, bukan privilege yang hanya bisa dinikmati oleh mereka yang tinggal di pusat kota.
Pemerintah Kota Bogor seakan lebih sibuk memoles pusat kota demi kepentingan wisata dan estetika, sementara jalan-jalan di pinggiran dibiarkan seperti tambang terbuka. Dalam APBD Kota Bogor tahun 2024, misalnya, alokasi anggaran untuk infrastruktur cukup besar, namun tidak dijelaskan secara rinci area mana saja yang akan diprioritaskan. Transparansi seperti ini penting agar warga tahu apakah wilayah mereka diperhatikan atau tidak.
Jalan rusak bukan hanya soal aspal yang terkelupas. Ia adalah simbol dari ketidakadilan struktural. Selama pemerintah tidak menaruh perhatian serius pada daerah-daerah seperti Bubulak, selama itu pula ketimpangan akan terus hidup dan menyiksa warga kelas bawah.
Warga Bubulak sudah cukup bersabar. Kini saatnya pemerintah bertindak. Jalan yang layak bukanlah kemewahan---ia adalah kebutuhan dasar. Jika pemerintah terus menunda, bukan tidak mungkin warga akan kehilangan kepercayaan, dan itu adalah kerusakan yang jauh lebih sulit diperbaiki daripada sekadar jalan berlubang.
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI