Tantangan kesehatan mental semakin umum di dunia yang serba cepat dan penuh tuntutan saat ini. Studi mengungkapkan bahwa sebagian besar populasi global, termasuk anak-anak dan remaja, mengalami masalah seperti kecemasan, depresi, dan stres kronis. Sayangnya, akses ke layanan kesehatan mental masih terbatas bagi banyak orang karena keterbatasan finansial, kurangnya tenaga profesional, dan stigma sosial. Self-Compassion muncul sebagai alat pribadi yang ampuh untuk melindungi dan memelihara kesejahteraan mental.
Self-Compassion adalah praktik memperlakukan diri sendiri dengan kebaikan, pengertian, dan empati, terutama saat mengalami kegagalan, stres, atau penderitaan pribadi. Alih-alih terlalu kritis terhadap diri sendiri, individu dengan Self-Compassion yang tinggi menyadari bahwa ketidaksempurnaan adalah pengalaman manusia yang dialami bersama. Menurut Kristin Neff, konsep ini terdiri dari tiga komponen kunci: kebaikan diri versus menghakimi diri sendiri, kemanusiaan bersama versus isolasi, dan perhatian penuh versus identifikasi berlebihan.
Individu yang mengembangkan kualitas ini cenderung mengalami tingkat depresi, kecemasan, dan stres yang lebih rendah. Hal ini membantu mengurangi kritik diri yang merugikan, mendorong ketahanan emosional, dan mendorong perspektif yang seimbang saat menghadapi kemunduran. Orang dengan tingkat Self-Compassion yang lebih tinggi cenderung memiliki stabilitas emosional yang lebih baik, strategi koping yang lebih adaptif, dan kepuasan hidup yang lebih baik secara keseluruhan.
Mengembangkan Self-Compassion terhadap diri sendiri dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola asuh, norma budaya, dan pengalaman pribadi. Pola asuh yang suportif, panutan yang positif, dan komunitas yang mendorong keterbukaan emosional dapat secara signifikan meningkatkan kemampuan seseorang untuk berbelas kasih terhadap diri sendiri. Di sisi lain, lingkungan yang mendorong kemandirian berlebihan atau perfeksionisme dapat menghambat perkembangannya.
Memasukkan Self-Compassion ke dalam kehidupan sehari-hari bisa sesederhana mempraktikkan mindfulness, membingkai ulang self-talk negatif, dan menyadari bahwa kesalahan adalah bagian dari kemanusiaan. Dengan merangkul pola pikir ini, individu dapat menghadapi tantangan hidup dengan kekuatan emosional yang lebih besar dan mengurangi risiko kerusakan psikologis jangka panjang.
Kesimpulannya, Self-Compassion lebih dari sekadar bersikap "baik kepada diri sendiri" karena pendekatan ini didukung sains untuk membangun ketahanan, meningkatkan kesehatan emosional, dan menjalani hidup yang lebih memuaskan. Dukungan eksternal mungkin tidak selalu tersedia, namun Self-Compassion bisa menjadi salah satu investasi yang dapat dilakukan untuk kesejahteraan mental kita.
Daftar Pustaka
Apsari, D. A., & Utomo, H. B. (2024). Pentingnya self-compassion bagi kesehatan mental individu. Psikodinamika: Jurnal Literasi Psikologi, 4(1), 025-033.
Aziz, A. N., Rahmatullah, A. S., & Khilmiyah, A. (2023). Peran Self-Compassion Terhadap Penguatan Kesehatan Mental Remaja di Panti Asuhan. Jurnal Psikologi: Jurnal Ilmiah Fakultas Psikologi Universitas Yudharta Pasuruan, 10(2), 330-350.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI