Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Pelatih Olahraga Harusnya Punya EQ Sepadan dengan Ketrampilannya

24 Februari 2016   20:02 Diperbarui: 24 Februari 2016   20:46 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Wasit muda dalam sebuah pertandingan yang patut dihormati."][/caption]

Dalam permainan olahraga beregu kadang bahkan sering terjadi body touching yang bisa membuat permainan menjadi keras. Bila pemain atau siapa pun yang terlibat termasuk pelatih, pendukung, dan official tidak bisa mengontrol diri dan menjadi emosional maka permainan bukan lagi keras tetapi menjadi kasar. Akibatnya pertandingan yang seharusnya dilakukan secara sportif dengan semangat fairplay menjadi tak menarik untuk ditonton. Sportifitas memang bukan untuk permainan yang bersifat kompetisi resmi, tetapi juga yang bersifat turnamen atau invitasi dan persahabatan.

Permainan kasar yang berujung pertikaian dan perkelahian yang sering membawa kerusuhan di dalam dan di luar arena masih sering kita lihat di negeri ini. Kerugian materi dan korban jiwa sepertinya bukan menjadi pelajaran yang berharga untuk mencapai prestasi. Olahraga yang seharusnya menjadi pemersatu dan perekat justru menjadi semacam jalan perselisihan yang memuakkan. Para pelaku olahraga sering mengabaikan bahwa akibat dari perbuatan mereka bisa menjadi contoh yang amat buruk bagi masa depan anak-anak yang ingin berprestasi dalam olahraga.

[caption caption="Biarkan anak-anak bermain lugas dan alami."]

[/caption]
Bagi yang pernah nonton sepakbola maupun futsal, mungkin pernah terdengar teriakan seperti ini: Sikaat….! Sikuuuuuuuuut……! Tebaaassss….! Pepeeet…..! Dorooong…..!

Kata-kata ini sering diteriakkan oleh salah satu pendukung fanatik sebuah tim. Namun juga kadang ada official bahkan pelatih, apalagi dalam sebuah turnamen antar kampung, antar desa, atau antar klub lokal. Dalam kompetisi resmi boleh jadi sudah jarang karena profesionalisme pelaksanaan. Tetapi bukan berarti tak ada.

Terjadinya kerusuhan di dalam dan di luar arena yang sering mengakibatkan kerugian materi dan korban jiwa seakan tak pernah menjadi pelajaran untuk meraih prestasi. Ketidakpuasan atas jalannya permainan atau kepemimpinan wasit seakan menjadi alasan untuk melakukan kekerasan. Semua yang terlibat dalam kerusuhan sering tak ambil pusing bahwa yang dilakukan bisa menjadi teladan buruk bagi anak-anak yang ingin berprestasi dalam olahraga.

[caption caption="Official, pendukung, dan orangtua harus fairplay dan sportif juga."]

[/caption]

[caption caption="Anak melakukan tindakan yang salah karena teladan yang salah."]

[/caption]
Bila teriak-teriakan di atas diserukan oleh seorang pelatih atau pendamping anak sekolah dasar tentu amat disayangkan. Apalagi sang anak yang menjadi pemain terpaksa harus mengikuti seruan tersebut. Dan menjadi mengerikan ketika si anak tersebut berani membanting botol minuman, menuding-nuding wasit dengan kata yang kurang sopan, serta menendang papan iklan di pinggir lapangan ketika mendapat teguran dan kartu kuning. Lebih mengerikan salah satu dari pendukung ( orangtua ) berani menjotos wajah wasit yang mengenai matanya.

[caption caption="Salah satu korban salah teladan dari pendukung."]

[/caption]

[caption caption="Wasit korban kekerasan salah satu tim yang tidak sportif."]

[/caption]
Timbul sebuah gagasan di benak penulis, bahwa untuk mencapai sebuah prestasi atau paling tidak memberi wadah bagi anak-anak untuk mengembangkan bakat dan minat dalam olahraga, sekolah bukan hanya mendatangkan pelatih yang terampil, tetapi juga mempunyai EQ yang sepadan. Hal ini bisa dilakukan dengan mencari pelatih lewat organisasi yang membawahi. Mendatangkan pelatih yang sekedar terampil namun tanpa pendidikan yang setara tentu kurang tepat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun