Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kebersamaan dan Kegembiraan Petani Setelah Panen Jagung

10 Maret 2016   17:27 Diperbarui: 10 Maret 2016   20:46 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Kakek - cucu memipil atau melepas biji jagung dari bonggolnya."][/caption]

Masa panen, bagi keluarga petani merupakan masa yang paling membahagiakan. Apalagi hasil panenan sesuai yang diharapkan. Kegembiraan dan kebahagiaan akan terpancar pada semua anggota keluarga petani. Mulai dari kakek – nenek hingga cucu – cucunya yang ikut memetik buah pertanian mereka. Demikian juga keluarga Mbah Jalal, sebut saja namanya demikian, yang tinggal di Desa Wringin Songo dan Mbah Kabul yang tinggal di Desa Pucang Songo. Termasuk Cak Budi yang tinggal di Gubuk Klakah. Semua bekerja saling membantu dengan gembira.

[caption caption="Ladang jagung."]

[/caption]

[caption caption="Melepas kulit atau klobot jagung saat baru dipanen."]

[/caption]
Dua minggu yang lalu mereka panen jagung di sawahnya yang tak begitu luas. Saat panen, mereka memang tidak memetik bersama-sama seperti saat panen padi atau kacang tanah. Karena panen jagung tak terlalu membutuhkan tenaga banyak dan tak seribet panen padi dan kacang. Namun pada saat harus melepas biji ( Jawa: mipil ) jagung dari bonggolnya inilah yang agak ribet dan perlu tenaga banyak. Terlambat memipil apalagi jagung belum terlalu kering akan cepat dimakan kutu. Salah menyimpan pun bisa mengakibatkan terserang jamur dan bahkan muncul akar alias menjadi tumbuhan muda yang masih di bonggol. Tentu ini akan membuat kerugian bagi petani.

[caption caption="Ada yang tak dilepas dan dikeringkan dengan cara digantung di belakang rumah."]

[/caption]

[caption caption="Jika jagung tak terlalu banyak cukup dikeringkan di teras rumah."]

[/caption]
Maka dari itu, setelah panen jagung harus segera dibuka pembungkusnya ( Jawa: klobot ) lalu dijemur selama 3 hingga 5 hari. Tergantung terik matahari yang menyinari. Di musim hujan seperti ini malah bisa sampai 8 hari.
Jika tidak sempat membuka klobotnya atau karena harga jatuh dan menunggu harga naik, jagung biasanya digantung pada tiang-tiang bambu di belakang atau samping rumah yang tak terkena percikan air hujan tetapi cukup terlindungi dari sinar matahari langsung. Bila terpercik akan menyebabkan jagung terserang jamur dan malah busuk.

[caption caption="Jagung dijemur agar lebih kering dan segera tutup jika gerimis."]

[/caption]

[caption caption="Anak-anak ikut memilih jagung yang kering untuk dipipil."]

[/caption]

[caption caption="Ambil semampunya untuk dipipil."]

[/caption]
Setelah dianggap cukup kering, jagung dilepas dari bonggolnya. Dalam Bahasa Jawa disebut dipipil. Cara memipilnya dengan mencongkel satu baris biji jagung dengan pisau tumpul agar jagung tak tergores. Jagung yang telah dicongkel sebaris lalu dipipil atau dilepas bijinya dengan cara tradisional dengan alat sederhana yang namanya osrok. Osrok terbuat dari kayu 7 X 30 cm yang diberi lobang ukuran 3 X 10 cm dan di tengahnya diberi pencongkel dari sebuah paku dodor atau paku besar.
Ada juga yang memipil dengan cara memetik dengan ibu jari. Cukup mudah dilakukan jika jagungnya kering dan bijinya cukup besar.

[caption caption="Mbok Ijah mipil jagung."]

[/caption]

[caption caption="Maktun mipil jagung"]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun