Jarak tempat kerja yang tak lebih dari 3 km membuat saya memutuskan lebih banyak berjalan kaki saat pulang. Terutama saat anak-anak kami sudah duduk di tingkat SMA. Sedang untuk berangkat, saya nunut istri naik kendaraan bermotor. Atau kadang naik sepeda pancal pergi pulang, terutama saat mendung.
Jalan kaki memang tidak setiap hari, hanya pada hari Rabu hingga Sabtu di mana kegiatan ekstra di sekolah lebih banyak. Kecuali jika ada kegiatan yang harus dilakukan di luar sekolah harus memakai motor.
Beberapa alasan memutuskan lebih banyak berjalan kaki. Pertama jarak yang hanya memakan waktu jalan kaki antara 14-20 menit saja. Kedua, separuh jalur yang dilewati ada pedestarian. Ketiga, jam kerja lebih panjang daripada jam kerja istri, sehingga bila harus dijemput istri yang sudah pulang lebih dahulu malah boros waktu, BBM, dan cukup melelahkan bagi istri. Sedang para anak kami sudah sibuk dengan kegiatan masing-masing. Keempat, naik mikrolet justru lebih lama karena sering ngetem menunggu penumpang.
Jalan kaki sejauh 3 km pada sore atau senja ternyata memberi pengalaman yang cukup menarik.
Pertama, beberapa kali mendapat tawaran menumpang dari pengendara motor yang tidak saya kenal. Baik perempuan maupun pria. Baik anak setingkat SMA, mahasiswa, hingga kaum bapak dan ibu yang naik sepeda motor sendirian. Ini menunjukkan bahwa kehidupan dan kepedulian sosial masyarakat masih cukup kental.
Kedua, banyak pedestarian yang dibangun asal-asalan. Ada juga yang bagus tapi tidak terawat dengan baik. Bisa jadi karena jarang pejalan kaki yang lewat atau bisa juga fungsi kontrol dari dinas yang harus menjalankan tidak bekerja sepenuhnya.
Selain itu, banyak titik pedestarian yang beralih fungsi menjadi tempat parkir atau tempat berjualan. Mulai dari pedagang makanan, tambal ban, hingga penjual tanaman hias.
Ketiga, bila hujan turun lalu berteduh di emperan toko bisa berkenalan dengan orang lain lalu berbicara tentang kehidupan masyarakat.