Dalam satu dekade ini sering muncul sebuah pernyataan bahwa keterliban kaum muda dalam dunia pertanian cukup sedikit. Benarkah? Mari kita lihat dulu dengan seksama hal-hal berikut ini.
Pertama, seperti dilansir https://nasional.kontan.co.id, berdasarkan pernyataan Siswono Yudo Husodo dalam Rembug Jagung Nasional pada 2017 kepemilikan lahan perkapita hanya 365 m persegi. Sedang menurut https://www.bps.go.id/publication berdasarkan sensus pertanian 2018 kepemilikan lahan petani gurem masih di bawah 0,5 ha.
Dengan lahan yang demikian sempit, sangat sulit sekali untuk dikembangkan menjadi sebuah pertanian yang modern. Bisa saja dikembangkan dalam bentuk greenhouse tetapi pada awalnya membutuhkan beaya yang cukup besar. Ini menjadi salah satu kendala yang dihadapi petani gurem.
Harus diperhatikan pula dalam dunia pertanian bukan masalah peningkatan produksi belaka tetapi tetap terjaminnya harga yang stabil dan pemerataan. Apa jadinya jika produksi meningkat dan melimpah tetapi harga jatuh. Hasil panen di bawah beaya produksi.
Kedua, kepemilikan lahan yang kecil tentu saja tidak bisa memenuhi kebutuhan dasar per kapita yang selalu meningkat.
Ketiga, dunia pertanian bukan sebuah usaha padat karya. Kecuali pada saat masa tanam dan panen yang dikerjakan secara tradisional bersama keluarga.