Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pelecehan Budaya Tradisional Jawa oleh Media Massa

23 Agustus 2019   17:10 Diperbarui: 23 Agustus 2019   17:41 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkap layar Instagram. Dokpri

Kaget juga ketika saya membuka instagram lalu menemukan sebuah tayang video iklan yang menggambarkan toko yang sepi dan di depan toko tersebut tampak seorang dukun atau mungkin paranormal dengan pakaian adat Jawa dan segala perangkatnya serta membaca mantra lalu menyemburkan air dari mulutnya ke depan toko tersebut. 

Di akhir tayangan tampak seseorang kaget karena sang dukun atau paranormal tersebut meminta uang jasa sebesar 250.000.000! Ya dua ratus lima puluh juta!!! Luar biasa....!!!! Apanya yang luar biasa?

Benarkah pada masa kini ada seorang pengusaha, politikus, atau aparat setidaknya masyarakat biasa yang masih menggunakan jasa mereka? Dan benarkah ada yang meminta imbalan atau jasa yang sedemikian besar?

Tangkap layar instagram. Dokpri
Tangkap layar instagram. Dokpri
Tangkap layar instagram. Dokpri
Tangkap layar instagram. Dokpri
0 0 0 0 0

Sejak awal menulis di Kompasiana dan FB hingga sekarang tulisan saya memang lebih banyak tentang hal-hal yang bernuansa budaya tradisional Jawa. Pembaca pun menganggap tulisan saya sebagai hal yang berbau klenik dan lebih lagi dianggap dukun. Dan secara transparan pada tulisan saya mengakui sebagai seorang dukun dan bukan paranormal sekali pun tidak praktek. 

Sindiran, kritikan, dan cemoohan lewat komen adalah hal yang biasa. Sayang sekali banyak komen dan tulisan saya yang hilang sejak 2014 sehingga tak dapat tangkap layar.  Hal yang aneh, secara eksplisit ternyata ada juga pembaca yang komen sepertinya keder dan mungkin takut kusantet atau yang cewek takut kupelet.

Jangankan di K dan FB, bahkan di gereja, tempat kerja, dan kampung pun saya dianggap dukun.  Apalagi saat bekerja, ke gereja, atau di rumah serta jalan-jalan sering memakai sarung dan udeng. Ritual-ritual juga pernah saya lakukan termasuk secara tak langsung pada saat gelaran ICD II di Taman Kridha Budaya Malang, 2018 silam.

Dua ratuslima puluh juta? Gila! Tangkap layar instagram. Dokpri
Dua ratuslima puluh juta? Gila! Tangkap layar instagram. Dokpri
Mengurangi wajah dukun maka sejak Juli kemarin wajah rumah kami diubah cat dan bentuknya agar tidak lagi kelihatan sangar dan membuat giris mereka yang datang dan melihat. Hiasan dan perangkat gamelan pun diatur sedemikian rupa lebih menyerupai sebuah galeri daripada rumah gedhek dengan lampu temaram yang seolah-olah menggambarkan rumah dukun tempat lelembut berkumpul.

Padahal sebenarnya saya salah satu pemerhati dan pelestari budaya Jawa yang penuh dengan nilai-nilai kearifan lokal untuk lebih bersifat bijak dalam kehidupan dan tidak hanya mengunggulkan hal yang bersifat duniawi. Sebagai pelestari tentunya saya juga harus mempraktikkan apa yang saya ketahui dan pahami. 

Dan untuk mengetahui dan memahami hal tersebut saya banyak berkunjung dan mencari pengetahuan ke wilayah pedalaman selatan Pulau Jawa mulai dari Banyuwangi hingga Purwokerto. Bukankan orang Jawa mengajarkan "ngilmu iku kelakon kanti laku"  Belajar akan tercapai dengan berbuat. Bukan teoritis belaka! Selain itu, penulis juga berusaha memahami dengan membaca pandangan seorang ahli jiwa Carl Gustav Jung.

Apakah ilmu tersebut masih relevan dan berguna untuk kehidupan masa kini dimana teknologi informasi demikian membumi? Budaya apa pun dan dimana pun tentu terjadi dan tercipta demi kesejahteraan dan kemakmuran setiap bangsa sesuai dengan pandangan hidup mereka. Demikian juga dengan budaya tradisional Jawa tentu akan membawa kesejahteraan bagi masyarakat Jawa dan mereka yang menjiwainya yang belum tentu dari Suku Jawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun