Dan jika direnungkan dengan baik, hidup mereka tidak ada yang berubah. Mereka juga tidak mau mengubahnya. Â Mereka hanya lari dari permasalahan mereka yang sebenarnya. Mungkin konten self improvement digunakan sebagai perlindungan diri dari kenyataan hidup mereka yang menyedihkan.
***
Dari beberapa hal yang saya tulis tersebut. saya merasa setiap hal pasti memiliki sisi gelap, hal negatif dan semacamnya. Seperti politik, bisnis, kesehatan, sejarah, dan tak terkecuali konten-konten self improvement.
Manusia menjadi keras kepada diri sendiri, terobsesi untuk mengubah hidupnya untuk menjadi bahagia. Lalu tertipu oleh ilusi dari perasaan dan pikiran mereka sendiri, serta menjadi ketergantungan pada hal tersebut ketika mencari kesenangan dan kepuasan "sementara" daripada menghadapinya permasalahan hidupnya dengan tegar.
Mungkin saja di balik layar, konten-konten ataupun karya self improvement dibuat memang berdasarkan niat untuk menolong banyak orang, memberikan perspektif dan wawasan baru.
Tetapi bisa saja, ada "oknum" yang mencari kesempatan dari masalah yang banyak dirasakan oleh masyarakat ini. Meraup keuntungan dengan "menjual" karya-karya bertemakan pengembangan diri, motivasi, dan kehidupan agar mereka semua menjadi ketergantungan dan secara tidak sadar mengkonsumsi itu secara terus menerus.
Sampai lupa, mereka terlalu "overdosis" dan tidak mempraktikannya, sama sekali.
Mengutip Viktor E. Frankl, pada kata pengantarnya dalam buku "Man's Search for Meaning" yang menjadi bestseller Intenasional. Salah satu karya psikologi terbaik yang ada . Ia mengatakan
"...Saya sama sekali tidak merasa status bestseller buku saya sebagai sebuah pencapaian dan prestasi saya pribadi, tetapi lebih sebagai sebuah ekspresi dari penderitaan zaman ini."
Kritik dan Saran Terbuka untuk Tulisan Ini