Dengan demikian, siapa sebenarnya yang kebablasan, apakah undang-undang dasar, undang-undang, atau masyarakatnya sendiri? Apakah ketiganya saling terkait. Juga menjadi pertanyaan, apakah yang merasa kebablasan ini hanya penguasa sebab sebelumnya tidak ada ungkapan yang demikian. Apakah karena penguasa merasa tersudut dalam demokrasi yang berkembang sehingga mengatakan demokrasi kebablasan. Bukankah penguasa saat ini juga menang karena adanya demokrasi.Â
Tentu kita tidak ingin kembali ke masa lalu, masa yang disebut enak jamanku to, di mana suasana demokrasi bisa dikatakan adem ayem, Â tidak kebablasan. Untuk itu biarlah demokrasi yang saat ini berkembang berjalan sesuai dengan alamiah. Kita harus tabah menghadapi demokrasi. Kebablasan atau tidak, demokrasi akan penuh dengan kekritisan tidak hanya ditujukan pada penguasa namun juga pada rakyat sendiri. Demokrasi juga akan menyeleksi orang-orang yang hanya ingin menumpang mencari kekuasaan. Terbukti dari pemilu ke pemilu, pesertanya semakin menyusut.Â