Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Praktisi Pendidikan

Seorang Pengajar dan Penulis lepas yang lulus dari kampung Long Iram Kabupaten Kutai Barat. Gamers, Pendidikan, Sepakbola, Sastra, dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengenal Istilah "Fomo" dan Kaitannya Dengan Kemunculan Para Konten Kreator Media Sosial yang Absurd

11 September 2025   08:00 Diperbarui: 7 September 2025   21:33 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(https://www.tokopedia.com/blog/apa-itu-fomo-hbl/?utm_source=google&utm_medium=organic)

Di era digital saat ini, hampir semua orang memiliki media sosial. Dari remaja, pekerja kantoran, hingga para lansia pun ikut meramaikan dunia maya dengan berbagai unggahan. Media sosial tidak hanya menjadi tempat berbagi informasi, tetapi juga ruang untuk eksistensi, hiburan, bahkan ladang penghasilan. Namun, di balik euforia itu, muncul fenomena psikologis bernama FOMO (Fear of Missing Out) yang diam-diam memengaruhi cara kita berinteraksi dan bahkan melahirkan tren konten absurd dari para kreator.

Apa Itu FOMO?

FOMO adalah istilah populer yang merujuk pada rasa takut ketinggalan momen penting, tren, atau pengalaman yang sedang terjadi di sekitar kita. Secara sederhana, FOMO membuat seseorang merasa cemas jika tidak ikut serta dalam suatu aktivitas yang sedang ramai dibicarakan.

Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Dan Herman pada tahun 1996 dalam jurnal penelitian pemasaran, lalu dipopulerkan kembali oleh Patrick McGinnis dalam artikel Harvard Business Review tahun 2004. Dalam perkembangannya, FOMO menjadi fenomena global seiring masifnya penggunaan media sosial.

Menurut survei yang dilakukan oleh Global Web Index (2022), sekitar 56% pengguna internet berusia 16--24 tahun mengaku sering merasa khawatir jika tidak segera mengetahui tren terbaru di media sosial. Di Indonesia sendiri, survei Katadata Insight Center (2023) menunjukkan bahwa 7 dari 10 anak muda merasa cemas jika tidak ikut membicarakan isu viral yang sedang hangat.

Media Sosial sebagai Mesin Pemicu FOMO

Media sosial bekerja layaknya etalase raksasa: setiap orang bisa memajang kehidupannya, dari hal-hal sederhana hingga pencapaian besar. Saat melihat unggahan teman yang liburan ke Bali, mencoba makanan kekinian, atau sekadar mengikuti tren joget TikTok, sebagian orang merasa terdorong untuk melakukan hal yang sama.

Inilah mekanisme FOMO: seseorang merasa "tertinggal" jika tidak ikut tren yang sedang viral. Algoritma media sosial pun memperparah fenomena ini, karena ia dirancang untuk menampilkan konten yang paling banyak mendapat interaksi. Akibatnya, pengguna semakin mudah merasa bahwa "semua orang sedang melakukannya", padahal mungkin hanya sebagian kecil saja.

Lahirnya Kreator Konten yang Absurd

Di tengah arus FOMO, muncullah para kreator konten yang rela melakukan apa saja demi eksistensi. Tak jarang, konten mereka dianggap absurd, nyeleneh, bahkan tidak masuk akal. Misalnya, ada yang membuat konten makan sabun (dengan trik tertentu agar terlihat nyata), konten prank berlebihan yang merugikan orang lain, hingga konten pamer gaya hidup palsu demi dianggap "keren".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun