Data dan Studi Ilmiah
Penelitian mengenai terminal lucidity masih terbatas, namun beberapa data menarik telah dihimpun:
Studi Michael Nahm (2009) menemukan lebih dari 80 kasus terdokumentasi tentang pasien demensia dan Alzheimer yang mengalami kejernihan mental mendekati kematian.
Sebuah artikel dalam Journal of Nervous and Mental Disease (2012) melaporkan bahwa sekitar 6--10% pasien dengan gangguan neurodegeneratif menunjukkan tanda-tanda terminal lucidity.
Laporan anekdot dari rumah sakit dan perawatan paliatif di Eropa serta Amerika Serikat menunjukkan bahwa fenomena ini cukup sering terjadi, meski jarang dibahas secara terbuka dalam literatur medis.
Dengan kata lain, meski belum ada angka pasti, cukup banyak bukti yang menunjukkan bahwa terminal lucidity bukanlah kebetulan semata.
Perspektif Medis dan Keluarga
Bagi tenaga medis, fenomena ini sering kali menimbulkan dilema. Di satu sisi, terminal lucidity bisa memberi kebahagiaan sesaat bagi keluarga. Namun, di sisi lain, keluarga bisa salah mengartikan kondisi tersebut sebagai tanda kesembuhan. Padahal, faktanya, kejernihan ini biasanya menandai fase akhir kehidupan.
Bagi keluarga, momen ini menjadi sangat emosional. Ada yang menganggapnya sebagai kesempatan emas untuk mendengar kembali suara orang tercinta, bahkan untuk mendapatkan pesan terakhir. Dalam konteks psikologi, momen ini juga dapat membantu proses grieving, karena keluarga merasa mendapat "penutup" (closure) sebelum kehilangan.
Pandangan Etis dan Spiritualitas
Dalam ranah etika dan spiritualitas, terminal lucidity menimbulkan perbincangan panjang. Beberapa pemuka agama melihatnya sebagai "penerangan batin" atau tanda kasih Tuhan menjelang ajal. Sementara sebagian filsuf menganggapnya sebagai bukti bahwa kesadaran manusia tidak sepenuhnya dapat dijelaskan hanya lewat mekanisme biologis.