Mohon tunggu...
ardhani prameswari
ardhani prameswari Mohon Tunggu... Guru - guru

seorang yang sangat menyukai photography

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Guru, Buku, dan Keberagaman Indonesia

22 November 2017   12:26 Diperbarui: 22 November 2017   12:41 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa kali aparat bersama masyarakat menemukan buku bacaan maupun buku ajar yang mengandung unsur radikal. Penemuan ini di pinggiran Jakarta dengan penerbit dari salah satu kota di Jawa Tengah. Ditemukan juga di beberapa daerah di Indonesia.

Di Jakarta buku yang mengandung unsur radikal itu ditemukan oleh salahsatu ormas di Jakarta. Mereka mengatakan bahwa ada lima jilid buku dengan judul "Anak Islam Suka Membaca" yang mengandung puluhan kalimat radikalisme padahal ditujukan untuk anak pra sekolah.  Ormas itu menyatakan bahwa ada beberapa kalimat yang dinilai radikal diantaranya adalah 'Bahaya sabotase', 'Sahid di Medan Jihad'dan 'Gegana ada di mana'.

Di kota yang lain ada juga buku yang mengandung ajakan untuk membunuh kaum musyrik. Padahal selama ini, kata kafir dan musyrik selalu punya konteks dan tidak sembarangan digunakan karena punya konotasi historis. Jika kata-kata yang dinilai radikal itu diucapkan atau ditulis di ranah formal maka akan menimbulkan kekacauan dan mencederai kedamaian dan harmoni dengan penganut agama lain di Indonesia.

Padahal, pendidikan agama yang memberi konteks besar selalu mengajarkan hal-hal baik dan menciptakan ketentraman dalam kehidupan sosial. Dalam Islam dikenal baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur? (Q.S. Saba?/34:15). Begitu juga penganut agama lain, juga memberi penekanan positif untuk kedamaian dan harmoni bersama penganut agama yang lain.

Pada dasarnya, banyak  umat beragama enggan melihat potensi keterkaitan antara agama dengan ekstrimisme atau radikalisme. Sikap enggan ini bukan didasarkan untuk membela agama tertentu, melainkan karena fungsi agama bukan untuk mendorong tindakan yang bersifat ekstrim dan radikal. Karena itu sikap radikal yang tercermin di

Di tingkat perguruan tinggi juga mewaspadai hal-hal yang berbau radikal seperti ini. Karena itu Menristekdikti pada September lalu mengumpulkan sekitar tiga ribu rektor dari seluruh perguuruan tinggi di Indonesia untuk mendeklarasikan penyataan melawan radikalisme. Deklarasi yang disampaikan di depan Presiden itu dirasa penting untuk membangkitkan kembali rasa kebangsaan yang dimiliki masyarakat dalam setiap materi yang disampaikan di perguruan tinggi. Forum para rektor ini merumuskan apa yang harus diajarkan kepada para mahasiswa.

Rasa kebangsaan ini memang harus selalu dirawat agar jauh dari pengaruh-pengaruh radikal. Juga mengingat akar bangsa kita adalah majemuk dan beragam. Padangan radikal yang mungkin sempat ada di beberapa gelintir masyarakat harus dikembalikan kepada rel yang seharusnya.

Dengan begitu, masyarakat seharusnya juga semakin sadar bahwa betapa penting hidup yang berlandaskan agama tapi tanpa melupakan konteks sebagai bangsa yang majemuk dan beragam.  Deklarasi, kesadaran berbangsa Indonesia memang tak ada artinya jika tidak diimplementasikan oleh masyarakat di kehidupan sehari-hari. Negara yang berdasar Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun