Mohon tunggu...
Dwi Ardian
Dwi Ardian Mohon Tunggu... Lainnya - Statistisi

Pengumpul data belajar menulis. Email: dwiardian48@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Data Beras Dipersoalkan Impor Tak Terelakkan

28 September 2018   09:07 Diperbarui: 28 September 2018   09:28 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

[Berikut tulisan kami yang sebelumnya telah diterbitkan di Harian Daerah Radar Sulbar edisi Jumat (28/9)]

Klaim swasembada beras oleh Kementerian Pertanian (Kementan) serta pendirian keras Dirut Bulog tidak cukup ampuh menghentikan impor oleh pemerintah. Surplus beras dan kecenderungan peningkatan produksi menurut data Mentan kembali tidak diacuhkan oleh pemerintah. Sejumlah capaian yang disampaikan oleh Mentan dianggap angin lalu dan disangsikan kevalidan datanya.

Pemerintah melalui Menteri Perdagangan (Mendag) memastikan akan kembali melakukan impor untuk melengkapi impor beras sebesar 2 juta ton pada tahun ini. Meskipun hal itu ditolak berbagai kalangan termasuk Dirut Bulog, "Impor tetap akan dilanjutkan sesuai dengan surat keputusan bersama (SKB)", terang Mendag.

Hingga Juni 2018 Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor beras telah mencapai 865.519 ton. Berarti masih ada lebih dari 1 juta ton beras yang belum didatangkan ke dalam negeri.

Di sisi lain, Kementan telah mengeluarkan data melalui web resminnya bahwa produksi padi sebesar 81,3 juta ton gabah kering giling pada 2017 atau 46,3 juta ton beras (konversi 0,57).

Dengan angka itu berarti ada surplus 16,6 juta ton beras karena konsumsi beras pada waktu yang sama mencapai 29,07 juta ton beras (oleh 260 juta penduduk). Yang terbaru Mentan menjamin bahwa beras akan tercukupi hingga Januari 2019, bahkan diperkirakan surplus sebesar 400 ribu ton.

Gejolak permasalahan beras yang selalu berulang ini menjadi tanda tanya bagi kita, kira-kira di mana letak permasalahan beras di negara kita. Tentu saja itu harus diarahkan kepada dua lembaga penghasil data tersebut yakni Kementan dan BPS.

Kementan melakukan pengumpulan luas baku lahan, luas panen, serta mengukur produktivitas padi yang jumlah sampelnya 50 persen berbanding 50 persen antara petugas pertanian dan petugas BPS. Kalau mau dipersentasekan, sekira 75 persen dilaksanakan Kementan dan 25 persen dilaksanakan oleh BPS (termasuk bagian publisitas data).

Metode klasik berupa eye estimate, pendekatan banyaknya benih yang dipakai, serta blok pengairan sawah untuk menghitung luas panen dianggap tidak bisa dipertanggungjawabkan secara statistik. Hasil yang diperoleh akan cenderung over estimate apalagi kalau itu ditambah tekanan harus "kejar target".

Sehingga ada kesan dari berbagai kalangan bahwa data akan cenderung "ditingkatkan" sesuai target lembaga karena pengumpulan datanya tidak independen. Sebuah anggapan berbau tuduhan yang memang tetap harus dibuktikan kebenarannya.

Memang sebagai pemerintah pasti akan menjadi pukulan yang sangat telak kalau swasembada tidak bisa dipenuhi padahal program nasional yang menggelontorkan banyak anggaran sudah sangat intens dilakukan seperti upaya khusus (upsus) yang melibatkan TNI, asuransi petani, pengadaan alat dan mesin pertanian, subsidi pupuk, serta pendampingan bagi para petani. Untuk tahun ini pemerintah menganggarkan untuk Kementan dana yang cukup fantastis yakni sekitar 32.7 triliun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun