Mohon tunggu...
Dr Akhmad Aflaha SE MM
Dr Akhmad Aflaha SE MM Mohon Tunggu... Dosen

Akademisi, penulis, dan praktisi pendidikan yang dikenal melalui karya-karyanya di bidang pengembangan karakter, manajemen strategik, dan pemberdayaan sosial.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Desa Sejahtera Tanpa BUMDes: Mencari Jalan yang Lebih Nyata

16 Juli 2025   22:30 Diperbarui: 24 Juli 2025   13:49 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | dibuat oleh AI

Sudah lebih dari satu dekade sejak Dana Desa mulai mengalir. Tapi pertanyaan sederhana ini masih menggantung: apakah desa-desa kita sudah benar-benar sejahtera?

Gedung balai desa sudah berdiri megah. Jalan rabat beton sudah menembus sawah. Tapi kehidupan warga? Banyak yang tetap pas-pasan. Anak-anak masih kesulitan sekolah. Petani masih jual hasil panen di bawah harga modal. Ibu-ibu masih bingung mulai usaha dari mana.

Dalam banyak forum, saya mendengar satu jawaban klasik: "Bangkitkan koperasi! Aktifkan BUMDes!"

Tapi izinkan saya bertanya dengan jujur: benarkah itu satu-satunya jalan?

Kenapa BUMDes dan Koperasi Tak Selalu Jadi Jawaban

Saya tidak anti BUMDes. Tapi fakta di lapangan terlalu keras untuk diabaikan:

Banyak BUMDes hanya berjalan di laporan, tapi tidak punya dampak nyata ke warga.

Koperasi desa dikuasai segelintir orang, kadang hanya jadi alat politik atau "jalan belakang" proyek.

Warga merasa jauh dari lembaga itu, dan kembali pada cara-cara lama: bertahan sendiri.

Maka saya percaya: sudah waktunya kita mencari formula ekonomi desa yang lebih ringan, lebih manusiawi, dan lebih terasa di dapur warga.

Sejahtera Itu Bukan Soal Gedung, Tapi Soal Hidup yang Tenang

Mari jujur. Warga desa tidak minta mewah. Mereka hanya ingin:

Anak bisa sekolah sampai tamat

Bisa belanja tanpa berutang ke warung

Usaha kecil bisa jalan, walau di teras rumah

Itulah sejahtera. Dan itu tidak selalu butuh koperasi atau BUMDes.

5 Jalan Baru Ekonomi Desa Tanpa Harus Lembaga Besar

 1. Usaha Mikro Rumahan

Ibu-ibu bisa bikin keripik, jualan online, atau buka jasa jahit. Yang dibutuhkan: modal kecil dan pelatihan singkat.

 2. Arisan Produktif

Bukan hanya kumpul uang, tapi diputar untuk usaha bergilir, disertai laporan dan pendampingan.

 3. Talenta Lokal Jadi Aset

Anak muda bisa desain? Bisa ngajar daring? Buka ruang bagi ekonomi digital dari desa.

4. Kemitraan Langsung dengan Pembeli Kota

Petani bisa langsung kirim sayur ke pelanggan lewat sistem pesan-antar. Tanpa perantara, tanpa ribet.

 5. Bagi Hasil Lahan Produktif

Warga yang punya tanah tapi tidak garap, sewakan ke pemuda desa yang mau bertani. Bagi hasil adil, lahan hidup, pemuda tumbuh.

Soal Kepala Desa, Bukan Lama atau Pendek --- Tapi Bermanfaat

Saya tahu, soal masa jabatan kepala desa jadi topik panas. Dua periode? Tiga periode?

Bagi saya, bukan panjangnya yang penting, tapi apakah ia hadir untuk warga, terbuka, dan bisa dipegang kata-katanya.

Yang kita butuhkan bukan sekadar pemimpin, tapi pelayan masyarakat.

Penutup: Saatnya Turun ke Dapur Warga

Jika jalan desa sudah halus tapi isi dapur warga tetap kosong, maka kita gagal memahami tujuan pembangunan. Jika laporan sukses penuh angka tapi anak-anak desa tetap putus sekolah, maka kita perlu mengubah cara pandang.

 "Membangun desa bukan soal memperbesar anggaran, tapi memperluas harapan."

-- Dr. Akhmad Aflaha

Saya percaya, desa tidak butuh diselamatkan oleh lembaga besar. Desa hanya butuh kepercayaan, ruang gerak, dan keberpihakan nyata.

Dan itu, bisa kita mulai hari ini.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun