Mohon tunggu...
Arbit Manika
Arbit Manika Mohon Tunggu... Administrasi - Aktivis Desa dan Pro Demokrasi

Aktivis Desa dan Pro Demokrasi

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Bisikan Nurani Seorang Jokowi

4 Maret 2019   10:00 Diperbarui: 15 Maret 2019   00:38 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pada Akhir tahun 2017 Kementerian Desa, PPDT dan Transmigrasi dan kementrian terkait tentang desa, mendapat mandat sekaligus otokritik dari seorang Jokowi sebagai presiden. Saat itu diawali dengan kejadian busung lapar di daerah Papua serta beberapa kasus Stanting di beberapa daerah. 

Presiden dalam rapat kabinet pada bulan nopember 2017, mengkritisi implemetasi penggunaan dana desa yang sudah teralokasikan dana 120 Trilyun, tapi dianggap tidak signifikan menjawab berbagai masalah social seperti kasus busung lapar dan stanting yang terjadi di beberapa propinsi.

Presiden dalam rapat itu menyarankan model Padat Karya Tunai sebagai sebuah pendekatan dalam pengggunaan dana desa. Bahkan Jokowi menyarankan agar dialokasikan minimal 30% Dana Desa untuk HOK (hari orang kerja) pada bidang pembangunan desa. 

Kebijakan ini sontak membuat para pendamping desa harus banting haluan untuk memfasilitasi desa agar kebijakatan ini dapat dilakukan dengan baik.

Kebijakan ini awalnya menjadi polemik dikalangan pendamping, karena waktunya yang kurang tepat, tapi setelah mempelajari landasan filosofis serta regulasi yang ada, akhirnya kebijakan ini menjadi sebuah gerakan sosial baru bagi pendamping. 

Bagaimana tidak, otokritik ini justru lahir dari seorang presiden, agar proses berdesa khususnya pada kegiatan pembangunan desa, memperhatikan partisipasi sekaligus memecahkan masalah sosial yang ada di desa.

Padat Karya Tunai sebagai sebuah pendekatan program penggunaan dana desa, memberi ruang pada KK Miskin, Stanting dan pengangguran yang ada di desa agar terlibat dalam kegiatan pembangunan desa sekaligus meningkatkan pendapatan mereka. 

Karena itu proses pelaksaaan kegiatan pembangunan desa, diawali dengan pendataan KK Miskin, KK yang rentan stanting, serta pengangguran dan setengah pengangguran yang ada di desa, agar masuk dalam daftar pekerja yang akan dilibatkan pada proses kegiatan pembangunan desa yang menggunakan pola Padat Karya Tunai.

Gagasan ini tentu menusuk jantung para penggiat desa yang selama ini merasa lebih  berpihak pada ketidak adilan, pada KK Miskin dll. Jokowi sebagai Presiden yang pernah merasakan situasi sulit sebagai keluarga miskin, tentu akan lebih pekah terhadap kemiskinan, pengangguran apalagi soal stanting, karena itu di tahun 2018 menjadi masa yang sulit bagi seorang pendamping desa, karena presiden hampir setiap minggu berkunjung ke desa, untuk memastikan kebijakan Padat Karya Tunai berjalan dengan baik.  

Jokowi tidak tanggung tanggung, langsung mengkros cek pada masyarakat desa setiap kali kunjungannya, khususnya pada pekerja yang sedang melaksanakan kegiatan pembangunan imprastruktur. Jokowi ingin berpesan pada semua pihak bahwa soal kemiskinan, pengangguran dan stanting adalah masalah bangsa yang tentunya pendamping desa sebagai garda terdepan, harus lebih peka dan peduli sehingga masalah sosial di desa dapat terpecahkan.   

Akhirnya kebijakan Padat Karya Tunai memberi dampak yang siginifikan atas penurunan angka stanting dan pengangguran khususnya yang ada di Desa. Jokowi sebagai presiden telah menunjukkan integritasnya yang peduli dan memiliki empati yang tinggi pada keluarga miskin, pengangguran dan stanting. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun