Mohon tunggu...
Arayu
Arayu Mohon Tunggu... Lainnya - writer

Dare to dream and reach it!!!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Iseng

21 September 2020   11:00 Diperbarui: 21 September 2020   11:11 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tau rasanya ditanya kapan nikah oleh hampir semua orang, disaat umur sudah menunjukkan masa 'rawan' bagi perempuan? Menjemukan... Tapi itu yang selalu saya alami sebagai perempuan yang sudah menginjak umur 30 tahun saat itu. Umur 30an ini menjadi momok buat sebagian perempuan yang belum menikah. Walaupun sebenarnya saya jadi terbiasa menghadapi pertanyaan itu, kenyataannya, saya sangat santai dengan hidup saya yang lajang, bahkan terlalu santai. Sejujurnya justru hubungan itu membuat saya takut.

Nama saya Ayu, Saya lajang. Menganggap pernikahan mungkin bukan jalan hidup saya. Saya tidak percaya jika sebuah hubungan akan selalu bahagia sampai maut memisahkan. Kalaupun nanti saya menikah, pasti bukan berdasarkan cinta, lebih karena itu keharusan (umur).
Dulu, saya hampir menikah dengan orang yang saya sayangi. 

Tapi batal karena dia lebih memilih selingkuhannya dan menikahinya. Klise, ya? Memang. Tapi mungkin hal itulah yang menjadikan saya skeptis menjalin hubungan dengan laki-laki. Tenang, saya masih normal, masih suka laki-laki tapi tidak mau menjalin hubungan lebih dari teman dekat.

Semua orang menginginkan saya menikah, mungkin kadar bahagia perempuan bagi mereka diukur dari pernikahan. Padahal pernikahan justru bukanlah suatu akhir perjalanan, justru baru permulaan. Permulaan bencana besar bagi saya yang waktu itu sejujurnya masih belum siap terikat suatu hubungan dengan lawan jenis. Andai saya tidak iseng waktu itu.

Keisengan saya dimulai ketika saya berkenalan dengan beberapa orang dari sebuah platform chat. Sore itu cukup mendung. Sambil menyesap hangatnya kopi ditemani alunan musik yang sedang populer dan hingar bingar orang-orang yang lalu lalang, jemari saya sibuk membalas beberapa chat yang masuk. Hari itu saya akan bertemu dengan seseorang dari chat ini, bukan badoo, bukan juga tinder. Saya tidak tertarik menggunakannya, karena terlalu malas untuk berfoto dengan angle terbaik dan memajangnya di sana.

Kalau kalian tau MIRC, nah disanalah saya banyak bertemu orang. Random memang, tapi bukankah hidup kita ini penuh kejutan. Jadi apa salahnya bertemu tanpa terlebih dahulu menaruh ekspektasi tinggi terhadap seseorang. Beberapa dari mereka bisa saja menjadi teman yang juga asyik di dunia nyata.

Saya tersenyum memandangi layar ponsel pintar, ternyata platform chat ini masih punya daya pikat yang tinggi walau sudah lama sekali tidak saya gunakan. Seorang laki-laki dengan perawakan tinggi dan agak berisi menghampiri saya.

"Ayu?" tanyanya ragu. Saya melihatnya dan membalas pertanyaannya "Iya, Ivan ya?" laki-laki itu mengangguk. Kami berkenalan dan terlibat obrolan yang cukup menyenangkan sampai akhirnya dia menawari saya untuk mampir sejenak di hotel tempat dia menginap. Ajakan halus yang harus saya tolak karena hari memang sudah larut kala itu. Ada raut kecewa di wajahnya walau hanya sebentar.

Hari berikutnya, saya mengantarkan dia ke bandara. Tidak ada perubahan sikap dari pembicaraan yang terjadi antara saya dan dia. Ivan tetap teman yang seru untuk diajak ngobrol dan diakhir pembicaraan dia tetap ingin berkomunikasi dengan saya dan menawarkan bertemu lagi jika ada waktu atau jika saya ke bogor. Pertemanan kami berlangsung biasa saja, ngobrol via chat atau telpon kalau sedang tidak sibuk. Ivan menjadi salah satu dari tiga teman chat yang paling dekat dengan saya.

Belakangan Ivan dan dua orang lainnya menunjukkan ketertarikannya pada saya. Bukannya saya baper tapi di umur seperti saya sekarang sangat mudah menafsirkan apa yang mereka mau tanpa harus "nembak" secara langsung. 

Dua orang ini bahkan sudah sangat terang-terangan menunjukkan perhatiannya dengan terus datang menemui saya di Semarang hingga mengutarakan perasaannya untuk menjadi pacar saya. Bagi orang seperti saya yang masih belum mau terikat saat itu, jawaban saya selalu "Males ah, pacaran, kalau mau serius langsung aja ketemu orangtua dan lamar aku". Sebenarnya jawaban yang saya berikan itu cuma iseng yang tujuannya agar mereka mundur saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun