Mohon tunggu...
Akhmad RizalArifudin
Akhmad RizalArifudin Mohon Tunggu... Programmer - -

-

Selanjutnya

Tutup

Politik

Rayuan Maut Laut China Selatan, Pemicu Perang Dunia Ketiga?

9 Mei 2024   16:49 Diperbarui: 9 Mei 2024   23:27 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diolah dari rangkuman pemberitaan media online

Laut China Selatan dalang konflik di Asia Tenggara? Akhir-akhir ini dunia dikejutkan dengan konflik geopolitik di wilayah Laut China Selatan (LCS). Konflik ini muncul ditengah isu Israel-Palestina yang juga masih berlangsung. Berdasarkan data yang ada, konflik ini mulai mencuat ketika Kementerian Sumber Daya Alam China mendeklarasikan Peta Standar China yang menunjukkan bahwa hampir seluruh LCS merupakan wilayah teritorial China. Peta itu kemudian dikenal dengan istilah Nine-Dash Line, karena penggunaan sembilan garis putus-putus sebagai pembatas wilayah LCS yang diklaim China. Tentunya klaim ini adalah klaim sepihak oleh China, sehingga Amerika Serikat (AS) memperingatkan China atas tindakannya tersebut. Respon penolakan juga ditunjukkan oleh Filipina, dengan melakukan penyiapan pulau-pulau di sekitar LCS untuk hunian militer. Sebenarnya, sempat ada upaya diplomatis antara kedua belah pihak, namun tampaknya hal tersebut belum membuahkan hasil. 

Apabila dilihat lebih jelas, Nine-Dash Line yang diklaim China banyak mencaplok wilayah-wilayah negara lain, terutama negara yang tergabung dalam Association of South East Asian Nation (ASEAN). Di antara negara ASEAN yang terdampak yaitu Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Berbeda dengan negara lain, Indonesia hanya terdampak pada wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan tidak sampai pada laut teritorialnya. Di samping itu, pada peta tersebut juga terlihat laut negara Taiwan yang ikut diakui secara sepihak. Tentunya, klaim yang tumpang tindih ini langsung mendapat sorotan dunia internasional. 

Pasalnya, peta ini bertentangan dengan UNCLOS 1982. UNCLOS 1982 adalah konvensi hukum laut internasional PBB yang menyebutkan bahwa setiap negara dengan garis pantai mempunyai hak untuk mengatur penggunaan laut serta melakukan eksplorasi sumber daya yang ada di dalamnya. Lebih jauh, Pengadilan Mahkamah Arbritase PBB pada tahun 2016 juga telah menolak usulan China atas hak ekonomi di wilayah Nine-Dash Line. 

Diolah Kembali dari Nine-Dash Line China
Diolah Kembali dari Nine-Dash Line China
Permasalahan Nine-Dash Line tersebut terus berlanjut hingga Februari. Menurut Teguh Santosa, selaku pengamat hubungan internasional, perebutan wilayah LCS ini sebenarnya merupakan masalah klasik yang sudah lama terjadi antar negara ASEAN itu sendiri. Untungnya, dengan adanya ASEAN, mereka lebih memilih menjaga stabilitas perdamaian di LCS. Celah tersebut kemudian dimanfaatkan oleh China untuk menguasai LCS. Disini Filipina menjadi pihak yang paling keras menentang keputusan China. Hal ini dapat diketahui dari sering terjadinya singgungan antara penjaga pantai dari kedua belah pihak, bahkan sampai menimbulkan korban jiwa. Bersamaan dengan itu, Jepang mulai menunjukkan atensinya terhadap masalah LCS. Jepang terlihat memihak Filipina dengan bersedia menyediakan drone, radar, serta kapal patroli untuk memperkuat pertahanan ASEAN. Aksi Jepang ini tidak terlepas dengan riwayat konflik yang terjadi antara Jepang dan China atas Laut China Timur. AS juga tetap menentang China secara tidak langsung dan berpendapat bahwa semua negara memiliki hak untuk berlayar dan terbang di perairan internasional dan ruang udara atasnya tanpa hambatan tidak sah dari negara-negara lain. Namun tentunya, pernyataan diplomatis yang dilontarkan AS seringkali mendapat protes dan kritik dari China, yang menganggapnya sebagai intervensi urusan dalam negeri dan ancaman terhadap keamanan nasional China. 

Diolah dari rangkuman pemberitaan media online
Diolah dari rangkuman pemberitaan media online


Setelah itu, Australia dan Taiwan pun turut bergabung dalam pihak yang berseberangan dengan China. Australia memperingatkan ASEAN untuk berhati-hati terhadap ancaman yang timbul di LCS. Tidak hanya itu, Australia pun sampai memberikan ASEAN alokasi dana untuk keamanan maritim. Australia juga bersedia membantu dalam melakukan patroli laut bersama. Di sisi lain, Taiwan yang memang sedang tidak akur dengan China, menyatakan akan berusaha menjaga kedaulatan wilayah laut termasuk pulau-pulau yang diklaim oleh China. 

Diolah dari rangkuman pemberitaan media online
Diolah dari rangkuman pemberitaan media online

Lantas apa yang menyebabkan Laut China Selatan diperebutkan? Berdasarkan sumber informasi, China mengabarkan bahwasanya telah menemukan sumber minyak di wilayah klaim LCS lebih tepatnya di daerah ladang minyak Nankaiping, Delta Sungai Mutiara berdekatan dengan Provinsi Guangdong, China. Perusahaan minyak dan gas milik negara China yakni National Offshore Oil Corporation (CNOOC) terlibat dalam kegiatan eksplorasi dan pengeboran di perairan yang diperebutkan dan menyatakan CNOOC menemukan cadangan sumber minyak diperkiraan sebesar 102 juta ton minyak. Namun, berdasarkan sumber lainya terdapat asumsi terkait sumber minyak LCS diperkirakan berjumlah 213 Miliar Barel atau setara dengan 80% dari cadangan sumber minyak di Arab Saudi. Oleh karenanya, menurut CEO CNOOC, Zhou Xinhuai, penemuan berkelanjutan yang dilakukan perusahaan di bagian timur LCS akan menjadi pendorong pertumbuhan baru bagi bisnis minyak dan gas di China. 

https://www.cnooc.com.cn/art/2023/6/1/art_6261_15339057.html
https://www.cnooc.com.cn/art/2023/6/1/art_6261_15339057.html

Selain itu, yang menjadikan ASEAN dan negara-negara lain menginginkan LCS adalah karena cadangan gas alamnya. Wilayah ini diperkirakan memiliki cadangan gas alam yang besar, meskipun sebagian besar wilayah ini belum dieksplorasi sepenuhnya. Cadangan tersebut tersebar di berbagai lokasi di sepanjang dasar laut dan di sekitar kepulauan di wilayah tersebut. Sebagian besar potensi gas alam di LCS terletak di perairan dalam. Meskipun mengeksploitasi sumber daya di perairan dalam merupakan tantangan teknis dan finansial, kemajuan dalam teknologi pengeboran lepas pantai telah meningkatkan kemungkinan ekstraksi gas alam dari kedalaman yang lebih optimal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun