Mohon tunggu...
Arako
Arako Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Best in citizen journalism K-Award 2019 • Pekerja Teks Komersial • Pawang kucing profesional di kucingdomestik.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pembeli adalah Raja, Termasuk di Dunia Prostitusi

10 Januari 2019   07:42 Diperbarui: 10 Januari 2019   08:24 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembeli Adalah Raja | dream.co.id

Pembeli adalah raja.

Jargon ini sudah sangat umum dikenal oleh masyarakat kita. Namanya pembeli memang patut dilayani dan dihormati laiknya seorang raja. Mereka berhak mendapat pelayanan terbaik, termasuk ditutupi identitasnya demi melindungi nama baik. 

Makanya, saya tidak heran kalau dalam kasus prostitusi online yang viral akhir-akhir ini, cuma identitas artis berinisial VA yang ditelanjangi. Suka atau tidak, disepakati atau tidak, si VA ini posisinya memang cuma "barang dagangan". Beda dengan si pengusaha yang statusnya "pembeli", jadi bisa duduk tenang dan nyaman bersembunyi di balik inisial R-nya. 

Untuk semua penghakiman mahadahsyat netizen yang ditujukan ke VA, saya juga tidak heran. Lha korban perkosaan dan pelecehan seksual saja masih bisa disalahkan, dibilang "makanyaaaa, pake baju tu jangan mengundang, kalau kelakuanmu ga memancing kan ga akan diperkosa!" bahkan dipenjara (ingat kasus Bu Nuril?) kok, apalagi yang jelas-jelas salah di mata moral dan agama macem VA. Tidak ditelanjangi dan diarak di depan umum saja sudah untung. 

Menyedihkan?

Iya. Tapi memang beginilah potret negeri kita. Ketika berbicara soal moral, semua kompak menjadi hakim. Lucunya hakim yang punya standar ganda. Sama-sama salah di kaca mata moral, tapi cuma perempuan yang dihakimi sedemikian rupa, sementara laki-lakinya (apalagi kalau berduit) akan dimaklumi bahkan dilindungi. Ya seperti R itu.

Saya? 

Cuma menonton. Tidak membenarkan, tapi juga tidak mau menghakimi baik VA dan R. Mereka sudah dewasa. Sudah tahu yang benar dan yang salah. Sudah tahu konsekuensi atas perbuatan yang mereka lakukan. Apalagi tentang dosa, biarlah itu jadi urusan mereka dengan Tuhannya (itupun kalau mereka punya Tuhan. Kalau nggak ya terserah mereka).

Punya banyak kenalan anak-anak "begajulan" membuat saya sedikit woles menyikapi peristiwa ini. Saya tahu cerita-cerita mereka yang jual diri. Dari mulut-mulut mereka sendiri. Mereka yang dari luar bisa terlihat sangat santun, berpakaian luar biasa sopan, berprestasi dan jadi kebanggaan orang tuanya, bahkan tak sedikit yang hidup sangat berkecukupan, tapi sering bilang sama keluarga di rumah :

"Ma, aku nginap (atau pulang agak malam), mau bikin tugas..." Setiap kali "tamu"nya minta jatah. 

Saya cuma berdoa, semoga kenalan saya yang anak-anak "begajulan" ini bukan kerabat mereka yang segitu nyenyes-nya mengomentari kasus ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun