Mohon tunggu...
Abdullah Abdurahman Nuh
Abdullah Abdurahman Nuh Mohon Tunggu... -

pengrajin besi yang gemar membaca, menulis apa saja dan puisi.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Hukuman Mati

9 Maret 2015   18:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:56 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang meributkan hukuman Mati dari sisi “Hak Azasi”, “Efek Jera”, “Kita bukan Tuhan”, “Hak Prerogatip Tuhan” dan segala macam alasan untuk tidak menyetujui hukuman mati.

Mari kita lihat perilaku pelanggar hukum yang hanya diancam dengan hukuman penjara dari sisi pribadi si Tersangka atau yang sudah Terpidana itu sendiri atas bentuk apapun kejahatan yang telah dilakukannya, sekecil apapun katagori kesalahannya dan Apapun agama dan kepercayaan yang dianutnya atau bahkan jika dia seorang Atheis.

Pertama:

- Ada yang spontan mengakui perbuatannya dengan alasan Keterpaksaan atau Baru sekali melakukannya atau Tekanan Ekonomi atau Hilang kendali karena terpancing atau Solidaritas pertemanan. Hampir pasti dia nyatakan penyesalannya dan tak akan melakukan hal yang sama lagi.

- Ada yang mengingkari melakukannya karena berharap tak ada bukti hukum yang menguatkan. Setelah ternyata ada bukti yang tak bisa diingkari, dia katakan penyesalannya dan tak akan mengulanginya.

- Ada yang sudah berulang kali melakukannya dan keluar masuk penjara. Dia menikmatinya karena dia bisa bertemu dengan sesama terpidana yang bisa mengajarkannya Trik-trik kejahatan yang belum dikuasainya dengan harapan memperoleh hasil kejahatan yang makin meningkat kwalitas dan perolehannya. Atau dia berharap bisa bergabung menjadi anggota sindikat dengan berulangkali masuk penjara sebagai persyaratan perekrutan anggota baru. Tapi setiap tertangkap, dia juga berjanji tak akan melakukannya lagi.

Sedikit contoh diatas menunjukkan bahwa ada yang benar-benar menyesal dan tak mengulangi lagi. Setelah dia keluar bui dan pribadinya merasa bahwa dia telah menebus kesalahannya (Dosanya) dipenjara dan sekarang dia menjadi manusia yang lempang tanpa beban psikologis eks pesakitan.

Ada yang seperti saya sebutkan diatas, pribadinya dengan penuh kesadaran justru menganggap Bui sebagai tempat Kursus yang tak bisa dia dapatkan diluar Bui. Tentu waktu Kursusnya yang memilih bukan dia, tapi Aparat penegak hukum, karena dia sendiri selalu berharap tak tertangkap setiap melakukan tindak kriminal.

Itu semua contoh mereka yang tak terjerat hukuman Mati.

Kedua:

- Ada yang melakukan tindak kriminal dengan ancaman hukuman Mati tapi yang bersangkutan tak sadar akan resiko itu. Contohnya para pengedar atau kurir Narkoba. Setelah nasi menjadi bubur, mereka didalam bui mencoba merenungi perbuatannya dan melakukan hal-hal positip yang bermanfaat bagi sesama pesakitan maupun untuk dirinya sendiri, bagi yang beriman, melakukan pendekatan dengan Tuhannya dengan pasrah agar mendapat maaf dari-NYA.

- Ada yang setelah nasi menjadi bubur menanti hukuman mati (Yang tentu tak diharapkannya) dengan tenangnya tanpa penyesalan memanfaatkan peluang meneruskan kegiatan yang menyebabkan dia dihukum mati. Contohnya mereka yang meneruskan berbisnis Narkoba didalam Bui dengan harapan, duit yang dihasilkannya nantinya dapat menyelamatkan mereka dari Tiang Gantungan.

Yang saya sebut pertama dengan ihlas benar-benar menyesali kekeliruannya tentu dia siap menghadapi balasan yang akan diterimanya yaitu Mati, agar jiwanya tenteram dan merasa telah menebus segala kesalahannya, dengan penuh kesadaran dia menanti eksekusi dilakukan pihak yang berwenang menghukumnya, karena dia pasti tak mungkin mampu menghukum dirinya sendiri dengan bunuh diri.

Untuk orang-orang seperti mereka, hukuman Seumur Hidup malah menyiksa, karena mereka tak mungkin tahu berapa lama dia akan mendekam di penjara, sampai akhir hayat mereka akan tetap berstatus pesakitan. Dari sisi ini Vonis itu justru melibatkan Hak Prerogatip Tuhan yang mestinya dihindari, karena telah masuk ranah kekuasaan Hukum Tuhan. Penjara 20 tahun, 30 tahun, 60 tahun lebih baik bagi terpidana karena ada unsur Kepastian hukuman, andai sebelum habis masa hukumannya dia sudah dipanggil Yang Maha Kuasa, jiwanya akan merasa sudah menebus kesalahannya didunia.

Menurut saya hukuman mati atau penjara dalam waktu sekian tahun, adalah solusi yang bagus untuk terpidana. Untuk mereka yang tak kenal jera seperti yang telah saya sebut, andai dia tetap melakukan kejahatannya didalam penjara, adili, vonis hukuman mati tak bisa ditawar lagi baginya.

Tegal, 9 Maret 2015

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun