Global Digital Reports 2020 dari HootSuite dan We Are Sosial menunjukkan terdapat 175,4 juta orang di Indonesia yang tercatat sebagai pengguna internet per Januari 2020.
Lebih lanjut laporan ini juga memaparkan sebanyak 160 juta penguna media sosial di Indonesia dimana 88% menggunakan youtube, 84% menggunakan Whatsapp, 82% menggunakan Facebook, 75% menggunakan Instagram, 56% menggunakan Twitter.
Pengguna sosial media di dominasi oleh mereka yang berusia 18-34 Tahun dan jumlah pengguna laki laki lebih banyak dari pada pengguna perempuan.
Dengan sebaran penguna media sosial sekitar 160 juta penguna dengan rentang usia 18-34 tahun dimana termasuk usia yang memiliki hak untuk dipilih dan memilih.
Dengan keterbatasan gerak tim sukses dari pada calon pemimpin daerah untuk mengumpulkan massa, maka dibutuhkan model sosialisasi dan kampanye yang kreatif dalam konten digital.
Apakah kampanye dan sosialisasi digital lebih murah dari pada pengumpulan massa? Belum tentu, konten kreatif dengan segala konten didalamnya juga memerlukanstrategi dan taktik tersendiri selain proses produksi. Endorsemen diperlukan, simpul simpul pengumpulan dan penggalangan opini di dunia maya tidak kalah membutuhkan logistic seperti "borek borek" massa.
Group group whatapps dikuasai alur informasinya, peran youtuber popular, selebgram, atau kultwit yang menggugah menjadi ujung tombak. Kelemahaan kampanye dalam era digital ini memang tidak boleh ada kesalahan yang terekspose, karena jejak digital yang terekam akan susah untuk di redam.
Oleh karena itu model kampanye dengan pendekatan marketing " kecap nomor 1" menjadi pilihan untuk mempengaruhi opini khalayak calon pemilih. Konsekwensinya dari proses produksi, penyebaran konten kampanye sampai penjaminan kualitas konten membutuhkan biaya dan kehatihatian yang tinggi.
Model model marketing iklan yang memiliki prinsip "apabila audience terpapar" informasi yang sama dalam satu menit beberapa kali, akan lebih mengingatnya dari pada informasi yang terjedah" menjadikan ini biaya mahal khususnya bila melibatkan televisi dan radio yang ditayangkan pada primetime.
Hadirnya pendekatan marketing dalam dunia politik menjadi salah satu factor yang menyebabkan mahalnya ongkos pemilu dengan mengedepankan "demokrasi borjuis".