Mohon tunggu...
Aqilah Faizah P M
Aqilah Faizah P M Mohon Tunggu... Pelajar

Sedang Belajar

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Media Sosial: Tempat Bersosialisasi atau Sekadar Panggung?

3 Oktober 2025   08:56 Diperbarui: 3 Oktober 2025   08:55 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Media sosial sering dianggap sebagai alat yang mengubah cara manusia berhubungan dan memudahkan komunikasi antar jarak. Namun, di balik pujian tersebut, ada argumen yang perlu dipikirkan, terutama ketika kita berbicara tentang apakah media sosial benar-benar menjadi tempat untuk bersosialisasi atau sekadar panggung virtual. Untuk memahami hal ini, mari kita analisis dari perubahan cara bersosialisasi hingga dampak sosial dan psikologis yang ditimbulkan oleh media sosial.Di masa lalu, orang-orang berinteraksi secara langsung dan alami. Mereka bersosialisasi dengan bertemu langsung, berbincang-bincang di kafe, bersantai di halaman rumah, atau terlibat dalam kegiatan sosial di sekitar mereka. Interaksi ini lebih dari sekadar bertemu, tetapi juga melibatkan perasaan yang dalam, seperti bahasa tubuh, nada suara, dan ekspresi wajah yang tulus. Saat ini, banyak interaksi berpindah ke platform digital, media sosial. Media sosial menjadi tempat utama untuk berkomunikasi. Namun, apakah ini benar-benar bentuk bersosialisasi? Atau apakah kita hanya berdiri di depan layar dengan kontrol penuh atas citra diri yang ingin kita tunjukkan? Hal ini menunjukkan bahwa jenis interaksi ini bisa menjadi dangkal dan terpisah, mengurangi keaslian hubungan manusia karena lebih banyak dikendalikan oleh citra atau 'penampilan' daripada komunikasi yang tulus.

Memang, tidak bisa dipungkiri bahwa media sosial memiliki tujuan awal yang baik, yaitu menghubungkan orang-orang. Awalnya, platform seperti Facebook, Twitter, dan Instagram dirancang untuk mempertemukan kembali teman lama, berbagi cerita, dan memperluas jaringan sosial yang mungkin tidak dapat dicapai secara langsung. Komunitas hobi dan diskusi pembelajaran berkembang pesat, serta dukungan sosial melalui media sosial memberikan kesempatan bagi orang-orang yang merasa terasing untuk mendapatkan perhatian. Namun, perlu di tekankan bahwa tujuan baik ini kini semakin memudar karena media sosial berubah menjadi panggung untuk menunjukkan citra diri yang seringkali tidak mencerminkan kenyataan.

Perubahan fungsi ini terlihat dari bagaimana banyak pengguna media sosial menggunakan platform tersebut untuk menampilkan versi terbaik dari diri mereka. Halaman Instagram dipenuhi dengan foto-foto yang telah diedit, keterangan yang ditulis dengan penuh pemikiran dan menawan hanya untuk menarik perhatian, sementara video dan konten yang dihasilkan sering berfokus pada popularitas semu, seperti mendapatkan banyak likes dan komentar. Budaya yang dikenal sebagai Fear of Missing Out (FOMO) membuat pengguna berlomba-lomba untuk menunjukkan betapa menarik dan beruntungnya hidup mereka, sedangkan fenomena flexing menunjukkan sesuatu secara berlebihan untuk menunjukkan status sosial menjadi hal yang biasa. Dengan cara ini, interaksi sosial di dunia digital menjadi sangat dangkal dan bersifat pertunjukan. Argumen yang berlawanan menekankan bahwa media sosial sekarang lebih terlihat seperti panggung teater daripada tempat untuk membangun hubungan yang nyata.

Lebih lanjut, dampak sosial dan psikologis dari "panggung digital" ini juga sangat mengkhawatirkan. Ketergantungan pada pengakuan dari luar melalui likes dan komentar membuat pengguna media sosial menjadi kecanduan akan pujian, sehingga mereka sering mengorbankan keaslian diri untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain. Hal ini juga memicu perbandingan sosial yang merugikan, ketika pengguna melihat orang lain terlihat lebih sukses, bahagia, atau menarik di media sosial, hal itu bisa mengurangi rasa percaya diri dan bahkan memicu kecemasan atau depresi. Selain itu, interaksi yang dangkal membuat rasa empati antara pengguna menjadi berkurang.

Banyak orang lebih terfokus pada menunjukkan diri yang sempurna daripada benar-benar mendengarkan atau peduli dengan perasaan orang lain. Penelitian dan survei menunjukkan bahwa walau banyak orang terhubung di media sosial, banyak dari mereka merasa kesepian. Pendapat yang berbeda menunjukkan bahwa ada paradoks sosial, semakin banyak 'hubungan' di media sosial, tetapi semakin sedikit hubungan yang berarti dan tulus.

Melanjutkan pemikiran ini, pertanyaan penting yang wajib kita tanyakan kepada diri sendiri dan kepada pembaca adalah: Apakah kita benar-benar berinteraksi atau hanya berpura-pura di depan kamera digital? Penggunaan media sosial seharusnya membantu membangun hubungan dan memperluas pengetahuan, tetapi jika hanya digunakan untuk menunjukkan diri, maka ia kehilangan arti sosialnya. Interaksi menjadi sekadar pertunjukan yang dilakukan demi pengakuan, bukan untuk memperdalam hubungan antar manusia. Ini seharusnya menjadi bahan pikir bagi siapa pun yang aktif di dunia maya. Media sosial seharusnya menjadi jembatan yang mendekatkan, bukan tempat kita berkompetisi dalam penampilan dan popularitas.

Dengan memahami pendapat yang berbeda ini, kita diingatkan bahwa meskipun media sosial memudahkan komunikasi, kita perlu berhati-hati terhadap hubungan yang palsu dan tidak mendalam. Sebagai pengguna, kita harus berusaha menjaga keaslian dalam interaksi, bijak dalam menggunakan media sosial, dan sadar bahwa kebahagiaan serta hubungan yang sehat tidak tergantung pada jumlah likes atau pengikut. Perubahan sosial akibat teknologi ini harus kita hadapi dengan kritis agar tidak terjebak dalam ilusi kebersamaan yang tidak berarti.

Daftar Pustaka

Cahyono, Anang Sugeng. "Pengaruh Media Sosial Terhadap Perubahan Sosial Masyarakat di Indonesia." Publiciana: Jurnal Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik. https://journal.unita.ac.id/index.php/publiciana/article/download/79/73/
"Dampak dari Media Sosial Terhadap Sosial-Budaya di Masyarakat Indonesia." Sinarkasih: Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran, Sekolah Tinggi Teknologi Arasta Marngabang. https://jurnal.sttarastamarngabang.ac.id/index.php/sinarkasih/article/download/261/235/876
Handayani, R. & Maharani, A. "Dilema Era Digital: Dampak Positif dan Negatif Media Sosial terhadap Proses Sosialisasi Anak Sekolah Dasar." JSSR - Jurnal Sosiologi dan Sosioteknologi, Vol. 2 No. 3 Juni 2024. https://ejurnal.kampusakademik.co.id/index.php/jssr/article/download/1387/1274/5536
Chandra, P. S. "Sosialisasi Online dan Dampak Negatif Media Sosial bagi Masyarakat." Menara: Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora, UIN Suska Riau. https://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/Menara/article/download/12714/6527
"Sosialisasi Bahaya Penggunaan Media Sosial pada Siswa." Abdimas IF, Universitas Wahid Hasyim. https://ejournal.unwaha.ac.id/index.php/abdimas_if/article/download/2630/1334/8746
Anisa, S. N. "Sosialisasi Penggunaan Media Sosial dalam Upaya Peningkatan Literasi Digital." Reswara: Jurnal Ilmu Komunikasi, 2024. https://jurnal.dharmawangsa.ac.id/index.php/reswara/article/view/4006

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun