Mohon tunggu...
aprila peto
aprila peto Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya suka mengkaji sejarah militer

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jejak Perang di Tanah Minang: Meriam Gunung Padang dan Kisah Pertahanannya

15 Oktober 2025   21:50 Diperbarui: 15 Oktober 2025   21:51 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1 : Dokumentasi Meriam Gunung Padang, Sumber : Dokumtasi Pribadi

Di Kota Padang, Sumatera Barat, terdapat sebuah bukit yang dikenal sebagai Gunung Padang, atau kadang disebut "Bukit Sitti Nurbaya." Bukan seperti situs megalitik yang terkenal di Jawa Barat, Gunung Padang di Sumatera Barat memiliki daya tarik berbeda: jejak sejarah penjajahan militer berupa bunker, benteng, dan terutama sebuah meriam besar peninggalan masa perang. Bukit ini terletak di kawasan Padang Selatan, tepatnya di seberang muara Batang Arau, dengan ketinggian sekitar 80 meter di atas permukaan laut. Di sepanjang jalur menuju puncaknya, pengunjung dapat menjumpai sisa-sisa fasilitas pertahanan masa lalu seperti bunker, benteng kecil atau pillbox, serta meriam berlaras panjang sekitar empat meter yang menjadi daya tarik utama situs ini. Bunker-bunker itu dibangun dari beton tebal dan tersebar di beberapa titik strategis, memperlihatkan rancangan pertahanan yang kuat dan cermat. Salah satu di antaranya berbentuk setengah lingkaran, cukup luas untuk menampung sejumlah pasukan, serta terhubung dengan posisi meriam yang menghadap langsung ke arah laut.

Keberadaan meriam dan bunker di Gunung Padang erat kaitannya dengan masa pendudukan Jepang di Sumatera Barat, sekitar tahun 1942--1945. Setelah berhasil menguasai wilayah Hindia Belanda, Jepang membangun berbagai titik pertahanan di daerah pesisir dan lokasi-lokasi yang memiliki pandangan strategis ke laut, untuk mengantisipasi serangan dari pihak Sekutu selama Perang Dunia II. Gunung Padang menjadi salah satu titik yang dipilih karena posisinya yang tinggi dan memiliki pandangan langsung ke Teluk Padang. Meriam tersebut berfungsi untuk mengawasi dan, bila perlu, menembak kapal musuh yang mencoba memasuki pelabuhan atau mendekati garis pantai. Dengan demikian, meriam di Gunung Padang merupakan bagian dari sistem pertahanan pantai Jepang di Sumatera Barat, sekaligus menandai pentingnya kawasan ini dalam strategi militer Jepang selama perang.

Fungsi pertahanan di Gunung Padang tidak hanya bergantung pada meriam besar itu semata, tetapi juga pada kompleks pertahanan yang mencakup bunker, gudang senjata, dan benteng kecil. Bunker-bunker yang tersebar di sepanjang lereng bukit memiliki bentuk poligonal dan setengah lingkaran, sementara di bagian puncak terdapat bangunan beton tebal dengan dinding hampir satu meter, tempat di mana meriam besar itu ditempatkan. Beberapa bunker lainnya berfungsi sebagai ruang penyimpanan senjata dan perlengkapan militer, serta tempat berlindung dari serangan udara. Kombinasi antara meriam, benteng, dan bunker menjadikan Gunung Padang sebagai kompleks pertahanan yang cukup kuat pada masanya, menggambarkan kesiapsiagaan militer Jepang menghadapi ancaman dari laut.

Namun, lebih dari sekadar artefak militer, keberadaan meriam ini menyimpan makna historis dan simbolis yang dalam. Pertama, ia menjadi simbol penjajahan dan perjuangan, bukti konkret masa ketika kekuatan asing menanamkan kekuasaan di tanah Minangkabau. Masyarakat lokal mengenangnya sebagai saksi bisu penderitaan dan perlawanan rakyat di masa perang. Kedua, meriam dan bunker di Gunung Padang merupakan bagian dari arsitektur sejarah Kota Padang yang kini menjadi daya tarik wisata. Para pengunjung tidak hanya menikmati pemandangan laut dan kota dari puncak bukit, tetapi juga dapat merasakan langsung suasana masa lalu yang masih tertinggal di antara reruntuhan beton dan karat logam. Ketiga, situs ini memiliki nilai warisan budaya yang tinggi. Pemerintah daerah berupaya mengembangkan kawasan Gunung Padang sebagai destinasi wisata sejarah dan edukasi, menggabungkan keindahan alam, kisah cinta legendaris Sitti Nurbaya, dan jejak perang dunia dalam satu kawasan terpadu.

Meski demikian, masih terdapat sejumlah catatan dan tantangan yang perlu diperhatikan. Data teknis tentang meriam---seperti jenis, kaliber, produsen, dan tahun pembuatan---belum terdokumentasi secara lengkap. Banyak informasi yang diperoleh hanya dari pengamatan lapangan dan cerita masyarakat sekitar. Kondisi fisik meriam dan bunker juga memprihatinkan; sebagian telah berkarat, ditumbuhi lumut, dan mulai rapuh dimakan usia. Bahkan ada laporan bahwa sisa peluru atau amunisi lama masih ditemukan di sekitar lokasi, yang berpotensi menimbulkan bahaya. Upaya konservasi dan dokumentasi yang sistematis masih sangat diperlukan agar warisan berharga ini tidak hilang dimakan waktu. Penelitian lebih lanjut melalui arsip militer Jepang atau Belanda mungkin dapat memberikan gambaran lebih akurat mengenai sejarah peralatan perang tersebut.

Selain nilai sejarahnya, meriam di Gunung Padang juga telah menyatu dengan kisah dan legenda masyarakat. Banyak warga setempat yang menyebut bahwa meriam tersebut sengaja diarahkan ke laut sebagai perlindungan terhadap kapal musuh, sementara sebagian lainnya mengaitkannya dengan kisah cinta tragis Sitti Nurbaya dan Samsul Bahri yang melegenda di Padang. Kombinasi antara legenda romantis dan jejak militer menciptakan atmosfer unik bagi pengunjung. Saat menaiki tangga menuju puncak, wisatawan dapat merasakan perpaduan antara keindahan alam, nuansa mistik, dan aura sejarah yang kuat.

Pelestarian meriam di Gunung Padang menjadi hal yang sangat penting karena ia bukan hanya simbol masa lalu, tetapi juga media pembelajaran bagi generasi masa kini. Upaya dokumentasi lebih lanjut, pelabelan benda bersejarah, hingga konservasi fisik terhadap struktur beton dan logam perlu dilakukan segera. Pemerintah dan masyarakat dapat bekerja sama menciptakan sistem perlindungan yang lebih baik, misalnya dengan memasang papan informasi sejarah di lokasi, memperbaiki akses wisata, serta melibatkan lembaga sejarah dan arkeologi dalam penelitian lanjutan.

Pada akhirnya, meriam di Gunung Padang bukan sekadar peninggalan besi tua yang berdiri di tengah rimbunnya pepohonan. Ia adalah saksi bisu sejarah pendudukan militer Jepang, simbol ketahanan masyarakat Minangkabau, dan pengingat bahwa di balik keindahan Teluk Padang tersimpan kisah perjuangan yang tak kalah heroik. Walaupun data teknisnya masih perlu ditelusuri lebih jauh, kehadirannya sudah cukup membuktikan pentingnya Gunung Padang dalam sejarah Sumatera Barat. Semoga ke depan, situs ini diakui secara resmi sebagai cagar budaya dan dijaga dengan lebih baik, agar generasi mendatang tetap dapat menyaksikan dan mempelajari warisan sejarah yang berharga ini.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun