Mohon tunggu...
Apriani Rahayu
Apriani Rahayu Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Politeknik

Selanjutnya

Tutup

Money

Apakah Ekspor dapat Menjadi Angin Segar Ditengah Badai Penurunan Nilai Tukar Rupiah?

30 November 2015   04:02 Diperbarui: 30 November 2015   04:02 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apakah Ekspor dapat Menjadi Angin Segar Ditengah Badai Penurunan Nilai Tukar Rupiah?

http://cdn1-a.production.liputan6.static6.com/medias/75283/big/ekspor-impor-ekonomi130111c.jpg

Penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hingga mencapai Rp 14000.00 disinyalir menjadi penurunan terparah semenjak tahun 1998. Hal ini menyebabkan tidak sedikit bisnis yang harus mengalami gulung tikar namun ada pula bisnis yang mengalami peningakatan secara signifikan yaitu bisnis yang  berbasis ekspor.

Hal ini diperkuat dengan pernyataan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani ."Produk lokal yang menggunakan komponen dalam negeri sepenuhnya dan orientasinya untuk diekspor. Seperti UMKM kerajinan, minyak kelapa sawit (CPO), kakao, teh, kopi, dan furnitur. Pasalnya, melemahnya nilai tukar rupiah menjadi keuntungan tersendiri dalam mengungkit daya saing produk ekspor dari sisi harga yang menjadi lebih kompetitif,"

Menurut Hariyadi, keuntungan yang diterima Indonesia saat terjadi pelemahan nilai tukar rupiah adalah peningkatan ekspor terhadap barang-barang lokal menjadi berlipat ganda. "Ini menunjukkan bahwa sampai saat ini subsektor yang dapat di andalkan untuk memberikan sumbangan bagi devisa Negara adalah dari komoditas subsektor perkebunan. Kontribusi yang cukup besar dari CPO dapat dilihat dari pertumbuhan ekspornya. Indonesia tercatat menjadi pemasok CPO terbesar di Dunia dengan total produksi sebesar 21,14 juta ton. Untuk konsumsi dalam negeri sebesar 4,86 juta ton dan sisanya sebesar 16,28 juta ton untuk ekspor," paparnya.

Menurut data, total ekspor CPO Indonesia menyumbang porsi sebesar 11,3 % terhadap total ekspor Indonesia. Pertumbuhan ekspor non migas mencapai US$ 107,8 M, dimana total ekpor CPO memberi kontribusi sebesar 14,47% dari total ekspor non migas Indonesia.

Namun hal tersebut tidak serta merta menjadi kesimpulan utama bahwa ekspor  dapat berjalan secara mulus tanpa rintangan dikala rupiah mengalami penurunan, bila bahan baku berasal dari negara importir maka tidak dapat dideteksi adanya  keuntungan yang didapatkan bahkan dapat disimpulkan tidak ada keuntungan sama sekali. Hal ini dikarenakan nilai ekspor berjalan secara tegak lurus terhadap peningkatan biaya pengeluaran untuk bahan baku.

Salah satu contohnya adalah perusahaan farmasi yang bahan bakunya sebagian besar didapat dari bahan impor, contoh lainnya adalah industri tahu dan tempe yang mendapat bahan baku dari Negara tetangga karena dianggap memiliki harga yang lebih murah dibandingan dengan bahan baku dalam negeri. Bahkan pengrajin DIY telah dihimbau untuk mengurangi penggunaaan bahan baku impor dan mencari alternatif pengganti untuk memenuhi kebutuhan akan kain cotton dan pewarna tekstil. maka disini hal yang sangat diperlukan adalah kejelian dalam melihat dan menganalisis barang-barang yang berpotensi menjadi komoditas ekspor dengan bahan baku yang berasal dari dalam negeri.

Dengan bertolak ukur pada hal tersebut maka pemerintah harus bergerak secara aktif untuk menerapkan kebijakan yang dapat menstabilkan nilai rupiah. Karena apabila penurunan ini terus berlanjut dapat memberikan dampak yang sangat buruk terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat yang berada pada kalangan menengah kebawah yang diakibatan karena ketidaksesuaian antara peningkatan harga barang dengan besarnya pendapatan.

Salah satu kebijakan yang dibuat dan diterapkan oleh pemerintah dengan tujuan mendorong peningatan ekspor adalah dengan memberikan fasilitas tax allowance kepada perusahaan yang melakukan ekspor minimal 30 persen dari total produksinya. Ada empat jenis tax allowance, yakni pengurangan pajak penghasilan selama enam tahun, percepatan depresiasi dan amortasi, diskon tarif dividen menjadi 10 persen, serta lost carry forward dari 5 tahun menjadi 10 tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun