Mohon tunggu...
Apriandi
Apriandi Mohon Tunggu... Praktisi Pajak

Praktisi Pajak

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Marketplace Pungut PPh 22, Apa Dampaknya bagi Penjual? Sesuai PMK 37/2025

26 September 2025   10:44 Diperbarui: 26 September 2025   10:44 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pagi ini, notifikasi pesanan di ponsel saya kembali berbunyi. Sebuah pesanan pempek dari pelanggan di Jakarta. Di saat yang sama, tetangga saya sedang sibuk mengemas paket keripik pisang untuk dikirim ke Bandung. Inilah pemandangan biasa di era digital, di mana lebih dari 30 juta UMKM, menurut data Kemenkop UKM, kini menggantungkan hidupnya dari jualan online.

Di tengah kesibukan jualan online ini, banyak dari kita mungkin mendengar kabar tentang aturan pajak baru dari pemerintah, yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025. Aturan ini pada intinya menugaskan Direktur Jenderal Pajak untuk memilih marketplace sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dari para pedagang. Penunjukan resminya akan dilakukan melalui penerbitan Keputusan Direktur Jenderal Pajak (KEP) kepada masing-masing marketplace.

Spontan, banyak yang berpikir, "Wah, ada pajak baru lagi, ya? Makin ribet, dong?"

Tunggu Dulu! Ini Bukan Pajak Baru, Cuma Caranya yang Dipermudah

Hal pertama dan paling penting yang harus diluruskan adalah: ini bukanlah jenis pajak baru! Selama ini, setiap penghasilan dari usaha memang sudah menjadi objek Pajak Penghasilan. Yang berubah hanyalah cara untuk memenuhinya.

PMK 37/2025 ini hadir untuk mengubah cara lama itu. Pemerintah, melalui DJP, seakan berkata, "Sudah, biar kami bantu permudah." Kewajiban yang tadinya harus kita urus sendiri (self-assessment), sekarang dibantu oleh marketplace melalui mekanisme pemungutan (withholding). Prosesnya menjadi otomatis. Ini justru mengurangi "pekerjaan rumah" kita sebagai penjual.

Bagaimana menurut Anda? Sudah tahu belum soal aturan ini?

Aturan Mainnya Bagaimana? Adil untuk Penjual Kecil?

Aturan mainnya sebenarnya cukup sederhana dan dirancang berpihak pada pelaku usaha mikro. Tarifnya hanya 0,5% (nol koma lima persen) dari omzet kotor. Lalu, ada kabar baik yang paling penting: jika Anda pedagang perorangan dengan total omzet dalam setahun belum mencapai 500 juta rupiah, Anda tidak akan dipungut pajak ini, asalkan menyampaikan surat pernyataan kepada pihak marketplace.

Ini merupakan bentuk perlindungan nyata bagi mereka yang baru merintis. Yang dipungut adalah mereka yang usahanya sudah lebih berkembang.

Lalu, bagaimana sifat pungutan 0,5% ini?

* Bagi Anda yang total omzetnya dalam setahun belum melebihi 4,8 miliar, PPh 22 yang dipungut ini merupakan bagian dari pelunasan PPh yang bersifat final.

* Namun, jika usaha Anda sudah lebih besar dan omzetnya melampaui 4,8 miliar setahun, maka pungutan ini berfungsi sebagai "uang titipan" atau kredit pajak, yang dapat diperhitungkan sebagai pembayaran Pajak Penghasilan dalam SPT Tahunan Anda.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun