Mohon tunggu...
Apri Aji Junanto Saputra
Apri Aji Junanto Saputra Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Sebelum mati, aku ingin berkarya. (Philosophy of Life)

YouTube: Apri Aji Junanto Saputra Instagram: @apriajijunantos

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Review Buku "Bergeraklah Mahasiswa!", Mahasiswa Harus Berani Melawan Dirinya Sendiri

27 Februari 2020   09:31 Diperbarui: 27 Februari 2020   12:21 2339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karya yang berjudul Bergeraklah Mahasiswa! ditulis oleh Eko Prasetyo, pembahasan disetiap babnya sangat provokatif dan judul buku yang bersifat kata kerja, apalagi ada tanda seru(!) diakhir kalimat yang berarti tanda perintah, penegasan, dan judul buku tersebut adalah Sebuah simbol yang ingin menunjukkan perasaan emosi, didalamnya terdapat pesan yang ingin disampaikan, serta dibalik judul ini penulis merasakan keresahan yang serius.

Buku karya Eko Prasetyo ini seharusnya seluruh mahasiswa Indonesia menjadikan bacaan yang wajib. Buku ini membahas problem sistem pendidikan tinggi yang menutupi kran kebebasan akademik, problem mahasiswa secara umum, mendorong mahasiswa agar tidak menjadi mahasiswa yang apatis, dan betapa pentingnya mempelajari seni dan sastra sebagai modal gerakan mahasiswa. 

Dalam isi buku ini tepatnya dihalaman #Pembuka, menceritakan sosok mahasiswa yang selalu dihidupkan berbagai kisah heroik: pengubah zaman, pendobrak tatanan dan agen perubahan. Eko Prasetyo juga menceritakan peran mahasiswa Menjelang reformasi-tahun 98, selain itu memberikan gambaran perjuangan aktivis 98 untuk meraih kebebasan.

Dalam gagasan buku ini, ingin membahas penyebab kampus yang mengalami kegoyahaan, setiap mahasiswa dianjurkan rela  berkorban untuk kepentingan bukan dirinya serta mengikuti perkuliahan bukan hanya datang, duduk, diam, mendengarkan ceramah dosen, tunduk pada sistem birokrasi,  berharap cepat menjadi sarjana, dan mengejar nilai mata pelajaran (IPK tinggi).

Keresahan Eko Prasetyo tercium dalam tulisannya di halaman 5 yang meluncurukan protes " Apa gunanya jumlah kampus banyak tapi tak bisa diakses oleh banyak anak mudanya. Apa manfaatnya jumlah kampus banyak tapi tak banyak beri kontribusi.

Bahkan jika kampus banyak tapi hanya dijadikan sebagai industri gelar maka kuliah tak ada bedanya dengan kerja paksa. Anak-anak muda yang bergiliran untuk masuk lalu kemudian dituntut untuk datang dan diberi imbalan gelar."
 
Tulisan-tulisan yang tertuang dalam buku ini merangkul kampus-kampus di Indonesia dan perasaan emosi yang dirasakan penulis, saya ada keyakinan benar bahwa seluruh Mahasiswa di Indonesia merasakan hal yang sama. Karena saya menilainya buku ini objektif. Penulis mencoba menyederhanakan apa yang sebenarnya mahasiswa saat ini alami melalui data-datanya yang kuat.


Ada banyak bentuk sindiran, tetapi maksud penulis berharap para mahasiswa berani melawan dirinya sendiri dari yang bertentangan dengan nalar, logika, dan ketakutan.

Dan hal yang paling mengejutkan dari buku ini, ibarat batu asah ia menggambarkan betapa tumpulnya gerakan mahasiswa jaman sekarang. Ia menggambarkan perbedaan masa kuliah jaman dulu dan jaman sekarang ini, disaat ia menuliskan masa dimana  pernah menjadi mahasiswa (hlm.14). Memang ada benarnya, bahwa jaman sekarang ini kurang dalam hal literasi jika mau dibandingkan dengan jamannya.

Sungguh menarik, atas pernyataan Eko Prasetyo "Ruangan kampus seperti kamar pribadiku. Kelas jadi tempat singgah untuk menguji gagasan. Tiap dosen ceramah kusela dengan pertanyaan. Pelantaran kampus jadi tempat untuk membawa bukti: ketidak-adilan jadi landasan protes, perkara kemanusiaan dihidangkan dan gugatan atas ketimpangan disuarakan." (hlm.14).

Sepakat dengan Eko Prasetyo di halaman 16, karena sudut pandang saya dengan sudut pandangnya hampir mirip. Bahwa kini mahasiswa datang di kantin bukannya berdiskusi tentang masalah-masalah yang terjadi di kampus, bukannya membahas sebuah teori dari buku atau teori dari dosen, tetapi hanya menggosipi kehidupan orang lain, sibuk dengan gadgetnya. Sungguh miris, bukan?

Dalam buku ini juga menyarankan, agar setiap mahasiswa memberikan diri terjun dalam dunia organisasi-organisasi kampus dan organisasi ekstra seperti, BEM, DEMA, PERS MAHASISWA, UKM, GMKI, GMNI, PMII, PMKRI, HMI, PEMUDA PANCASILA dll. Karena tanpa kita sadari berorganisasi membentuk karakter, kerangka berpikir, berani mengeluarkan pendapat, sikap kritis, kepimpinan, dan ada banyak lagi organisasi mampu mengubah hidup kita.

Sebagian mahasiswa hari ini kurang percaya pada dirinya sendiri, tidak mau mencoba sesuatu yang baru padahal dalam dirinya itu mampu untuk berorganisasi. Salah satu sebab yang saya temukan, bahwa mereka itu sudah didoktrin lebih dulu dari orangtua, dosen yang dikenal dalam kampus, senior-senior, dan kakaknya yang sudah sarjana yang di mana semenjak masa kuliah tidak pernah terlibat dalam dunia organisasi. 

Doktrin yang diberikan itu rata-rata seperti ini, fokus kuliah saja agar cepat wisuda, jangan berorganisasi karena itu menghalangi kuliah dan nilaimu berantakkan nanti. Padahal ini semua dikembalikan lagi setiap pribadi, bagaimana ia bisa mengatur waktunya dan pengendalian diri. 

Menurutku, jika mahasiswa tidak mempunyai pengalaman dalam dunia organisasi mereka sulit beradapatasi di dunia kerja. Karena setiap pekerjaan itu terorganisir, kita tidak bisa hindari yang namanya organisasi.

Apalagi jika kita ingin mengorganisir rakyat untuk menjadi tangan kanannya dalam mengambil sikap mengkritik kebijakan pemerintah yang cenderung keliru. Mahasiswa sejati adalah mahasiswa sebagai agent of change (agen perubahan).

Melalui organisasi, mahasiswa diajarkan untuk melihat langsung situasi politik, sosial, dan ekonomi yang cenderung berbahaya bagi negara ini.

Selain ilmu dari Eko Prasetyo, buku ini memberikan ilmu dari Albert Einstein dalam wawancara khusus (hlm.82). Memahami dialog tersebut, saya mengambil kesimpulan : Bahwa orang-orang jenius itu pasti diperhadapkan berbagai dinamika "Jika kita merasakan kegagalan, tanpa disadari bahwa kita mendekati kesuksesan".

Melalui karya seni dan sastra yaitu puisi, novel, dan cerpen memiliki kekuatan tersendiri dalam mengatakan dan menyatakan sesuatu (hlm.111). Tokoh puitis perlawanan, seperti Widji Thukul dan Tokoh novel Pramoednya Ananta Toer yang namanya harum karena berdiri pada garis perlawanan, dari karyanya yang mengkritik kebijakkan pemerintah. 

Saya kagum dengan kalimat ini "Karya seni bukan hanya jembatan realitas melainkan suara pemberontakkan" (hlm.111). Pada intinya yang ingin disampaikan oleh penulis, selain mahasiswa datang kuliah, berorganisasi, penulis berharap agar mahasiswa juga berkarya dalam bidang seni dan sastra yang sebagai modal untuk bergerakkan mahasiswa, karena bagi dia karya sastra hampir-hampir tak banyak diminati.

Bagi penulis sendiri, itu disebabkan karena munculnya berbagai pemahaman yang keliru tentang seni, beranggapan seni tak punya faedah sama sekali. Bagi saya pribadi, seni itu berfaedah karena saya sepakat dengan penulis atas pernyataannya bahwa seni dan sastra itu memiliki kekuatan tersendiri dalam mengatakan dan menyatakan sesuatu. 

Artinya begini, jika ada sesuatu yang ingin suarakan entah itu kepentingan mahasiswa atau rakyat suara kita berkoar-koar dengan lantang dibantu alat pengeras suara (toa), tapi suara kita tidak didengarkan juga oleh mereka. Oleh karena itu, bergeraklah melalui karya puisi, novel, dan cerpen tuliskan semua perasaan duka/emosimu dalam tulisan entah itu dalam bentuk puisi, novel atau cerpen. Sesudah menulis, saatnya sebarkan tulisanmu itu. 

Karena menulis itu untuk dibaca orang lain dan menulis itu menciptakan kekuatan kata-kata yang bisa menancap kuat dalam pikiran seseorang bahkan ke jantungnya.

Membaca buku ini membuat kita menjadi tegang, namun terkhusus di halaman 127 #10Selamat Datang Mahasiswa Baru, disinilah kita merasakan serasa menghirup udara segar. 

Karena di halaman ini berisi wejangan-wejangan penulis, pesannya kepada Mahasiswa baru atau semester 1 dan 2 bahwa kuliah itu tidak usah terburu-terburu menjadi sarjana namun jangan terlalu terlambat juga, jangan juga kuliah itu diibaratkan sebagai perlombaan dengan memandang teman seperti lawan, tapi jadikan kampus adalah tempatmu untuk menguji mimpi dan nyali. Sebab di kampuslah kamu akan menemukan kebebasan. 

Selain itu, Juga kebebasan untuk menyatakan pandangan  karena di kampus kamu diberi kesempatan membaca buku apa saja, disana terdapat perpustakaan kampus adalah etalase pengetahuan yang bisa kamu nikmati (hlm. 127).

Secara garis besar, kejelian penulis membidik persoalan dengan melihat ketumpulan gerakkan mahasiswa sekarang ini dan hilangnya kesejatian mahasiswa. Karya ini menjadi suatu peringatan bagi mahasiswa untuk membuang kebiasaan yang tak terdidik dan juga untuk memberanikan diri mendobrak tatanan buntu ini. Maka dari itu, ini saatnya untuk bangkit melawan atau tunduk ditindas.

Judul: BERGERAKLAH MAHASISWA!
Penulis: Eko Prasetyo
Penerbit: Intrans Publishing
Tebal: 146 Halaman
Tahun: Agustus, 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun