Mohon tunggu...
anindya rahadi
anindya rahadi Mohon Tunggu... -

mahasiswa yang semester enam di Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. angkatan 2007. menyukai buku, dan kegiatan membaca sambil makan atau minum susu.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Uli, Bunga Mawar dan Kupu-kupu (Sebuah Fabel Patah Hati)

16 Desember 2009   03:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:55 1388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Uli si Ulat merenung dari dahan pohon sepatu, termangu-mangu hampir memejamkan mata dengan semilir angin yang mengayun tempatnya berada perlahan. Uli selesai makan, salah satu daun berlubang-lubang di dekatnya menjadi saksi. Mata Uli menangkap-sosok-sosok indah bagai peri manis yang berterbangan, Kupu-Kupu. Mereka begitu manis, layaknya kue muffin warna-warni yang sempat dilihat Uli ketika lewat jendela dapur manusia. Mereka terbang menghinggapi bunga dan mengisap madunya. Begitu indah dan menakjubkan, Uli terkagum-kagum. Uli tahu nantinya ia akan menjadi seperti mereka kendati sekarang ia buruk rupa dan tak diinginkan, tentu dia akan cantik sekali nanti. Uli menggulung diri sendiri pelan-pelan, meregangkan tubuh. Walau tahu Uli nanti akan menjadi Kupu-Kupu, dia tidak tahu kapan tepatnya saat-saat itu. Angin semakin merayu, Uli terbujuk dan hanyut dalam tidur. === Uli jatuh cinta. Hari ini ia jatuh cinta, saat sedang nekat berjalan-jalan dari satu dahan ke dahan lain. Bukan, Uli tidak jatuh cinta pada seekor Ulat sepertinya atau mahluk manis yang dia kagumi: Kupu-Kupu. Uli jatuh cinta pada bunga Mawar, yang merekah megah dengan cantiknya di situ. Uli menemukan dan kemudian jatuh cinta, pada wangi uniknya, pada mahkota berlapisnya, pada semua yang ada pada rumpun Mawar itu. Uli sungguh ingin mengatakan pada mawar, dia jatuh cinta setengah mati pada bunga itu, berulang kali dia berteriak-teriak dari tempatnya saat berpijak, di dahan bunga Bougenvile meneriakkan perasaannya pada Mawar. Tapi luapan perasaan itu dengan kejam ikut terhanyut angin, tak juga sampai pada Mawar. Uli menuruni Bougenvile dan menghampiri rumpun bunga Mawar, berpijak pada tanah. Dekat sekali ia sekarang dengan Mawar, kembali ia meneriakkan rasanya pada mawar dengan lantang, dengan sepenuh hati. Tapi mawar tetap kokoh, entah memang tidak mendengar atau tidak mau dengar. Uli terengah, menenangkan dirinya yang baru saja menggerakkan tenaga untuk berteriak sepenuh hati. Dan Uli memutuskan dia harus bisa mendekati kelopak Mawar, Uli baru saja hendak meniti batangnya ketika mendapati duri-duri itu sungguh besar, tajam dan berbahaya untuk seekor Ulat mungil seperti dirinya. Pasti duri itu akan sangat mudah merobeknya menjadi serpih kecil. “Mawar, kenapa pula ada duri di tangkaimu?” suara Uli rendah dan sedih. Tiba-tiba Mawar menyahut: “Tentu saja untuk melindungi diri dari yang tidak diinginkan.” Uli tersentak dan mendongak: “Ya, tentu saja maksudnya salah satu di antara yang tidak diinginkan itu kau, nanti kau bisa merusak daunku, mengurangi keindahanku,” Mawar berkata dengan suaranya yang mendalam, anggun dan tertata. “Aku tentu saja tidak memakan daunmu atau merusakmu, sungguh aku hanya ingin melihatmu dari dekat.... aku hanya kan berbicara sebentar padamu dan setelah itu sudah,” Uli tercekat memohon. “Aku tidak peduli, jika engkau ingin dekat-dekat denganku kau harus keluar dari kepompongmu dulu dengan wujud bersayap indah seperti coretan maestro di atas kanvas, “ tegas Mawar. Perlahan Uli kembali ketempatnya bernaung, dahan pohon bunga sepatu. Menatap jauh pada mawar yang tegap di tangkainya. Bertanya-tanya dalam hati tentang kapan berubah menjadi Kupu-Kupu. === Entah sudah hari keberapa, rasanya Uli tidak sabar dan jadi begitu lelah menunggu. Menunggu jadi kepompong dan keluar dari sana dengan wujud indah. Uli tidak pandai menghitung, dia bahkan tidak tahu ini sudah hari keberapa sejak ia mengerti dunia, tapi Tia dan Abu yang berbarengan lahir dengannya, kini sudah jadi kepompong, hari ini disinyalir mereka akan keluar dari dalamnya dengan sayap yang telah berhari-hari dinginkan Uli. Sepasang Kupu-Kupu menyapa Uli yang tengah termangu. “Ahay!” Uli kebingunan, Mereka Tia dan Abu, wussshhh... Angin berbisik selintas, membuat kelu hati Uli. Oh... ternyata mereka sudah berubah jadi Kupu-Kupu, bisik hati Uli iri. Sudah lama sekali, Uli merasa lemas sekali. Ia lelah menunggu dan mulai berhenti mencoba berhitung akan seberapa banyak waktu yang telah terlewat demi sayap impian untuk Mawar. Ia juga bosan bertanya pada burung Gagak, atau Prenjak, atau Pipit yang kebetulan mampir dekat tempatnya tinggal. Tapi Uli tahu, dia akan menjadi kepompong dan menjadi Kupu-Kupu. Uli tahu karena mendengar lagi-lagi dari angin, kalau Tia dan Abu telah meninggal. Uli merasa begitu rapuh fisik dan hatinya, berhari-hari ia mencuri lihat Mawar bermandikan matahari atau kemilau disiram cahaya bintang, atau bagai bertaburan permata ketika embun menyelimutinya di pagi hari. Mawar tetap indah dan tetap membuatnya jatuh cinta, cinta yang bukannya susut tetapi malah semakin membengkak dari hari ke hari. Pernah beberapa kali mereka bersitatap, tapi Mawar mengelak dalam hitungan detik dengan wajah enggan, membuat hati Uli serasa ditikam durinya. Mawar tak termiliki olehnya, oleh ulat bulu sepertinya. Mawar hanya bisa dimiliki oleh mahluk bersayap elok bernama Kupu-Kupu, dia selalu menerima mereka dengan senyum rekah dan paras terbaik, Uli sungguh iri. Dia tidak ada seujung kukupun jika dibandingkan dengan pesona mereka. Uli merasa kesakitan merambati hatinya seperti darah mengaliri nadi, dia memang tidak pantas memiliki mawar. Uli semakin lemah, kantuk menguasainya. Angin meniup-niup lembut dan nyanyian burung Prenjak begitu menenangkan. Uli membiarkan dirinya sekali lagi terbujuk, terhanyut, kantuknya benar-benar sudah keterlaluan, kemudian mata Uli terpejam semakin rapat... dan lebih rapat lagi. Bermimpi jadi Kupu-kupu, Uli berharap mimpinya tidak akan pernah usai. (Untuk siapapun yang merasa dirinya ulat yang tak pernah berubah jadi kupu-kupu)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun