Mohon tunggu...
Saiful Anwar
Saiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar yang masih terus belajar. Tinggal di Pangkalpinang Bangka Belitung

Pengajar yang masih terus belajar. Tinggal di Pangkalpinang Bangka Belitung.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Oleh Karena Itu, Saya Mabok

6 November 2017   14:16 Diperbarui: 6 November 2017   14:19 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kami langsung menuju tengah sebab angin, cuaca dan arusnya mendukung. Cuaca hari ini (Sabtu, 4/11) tak seperti hari-hari seminggu sebelumnya. Angin berhembus pelan, langit tak menghitam, arusnya juga tak cukup kencang. Begitu kata Tikno, sang pemegang kemudi perahu kami.

Cantik Manis, Jebung, Untus, Serundul, Gelamo dan Kerisi. Itu nama-nama ikan yang naik ke perahu kami. Siapa tahu nanti dapat pertanyaan dari presiden Jokowi untuk menyebutkan nama-nama ikan. Biar tidak keliru.

Ternyata, cuaca bersahabat itu hanya sekira satu jam berlangsung. Berikutnya, pelan namun pasti, angin mulai kencang, ombak mulai meninggi, perahu kami mulai ndangdutan tak karuan.

"Angkat sauh. Kita pergi saja dari sini," perintah Tikno.

Perahu kami berputar dan melaju ke arah pantai. Tak lama berjalan, Tikno mematikan mesin perahu dekat dengan Bagan. Kami kembali menurunkan pancing. Meski jarang, beberapa ikan berhasil kami tarik.

Saya yang mulai nyut-nyutan karena goyangan gelombang, mohon diri beristirahat di Bagan. Bisa merebahkan badan, meluruskan pinggang di Bagan, sungguh kenikmatan yang luar biasa. Belum lama, H Musa, Pak Yusra dan Tikno menyusul naik juga. Kami sepakat istirahat, sembari berharap gelombang dan angin kembali bersahabat. Usai shalat dhuhur, satu persatu dari kami berempat mulai terpejam. Siapa yang duluan merem, saya tak tahu. Letih yang mendera membuat mata saya malas terbuka.

Perasaan belum begitu lama terpejam. Tiba-tiba terdengar suara Tikno membangunkan. Saya lirik jam digital di layar ponsel. Sudah jam tiga!

"Ayo, kita pulang sajalah," kata saya.

Pada saat cuaca tenang, dari Bagan tempat kami istirahat, hingga ke pantai, biasanya tak lebih dari 30 menit. Namun dengan cuaca begini, ombak tinggi dan angin kencang, perahu baru bisa bersandar setelah satu jam menerjang gelombang.

Begitu kaki saya menginjak pasir, kepala saya semakin nyut-nyutan, hempasan gelombang semakin terasa, membuat badan serasa pingin roboh. Oh, saya mabok!

Sehingga duduk pun saya harus berpegangan. Saya mencoba membaringkan badan di atas pasir. Setali tiga uang. Justru 'rasa' gelombang makin kuat. Melihat saya sempoyongan, teman-teman saya malah cekikikan.

"Mabok, ya? Enakan mana sama mabok janda?" begitu teman saya menggoda.

Pangkalpinang, 6 Nov 2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun