Mohon tunggu...
anto suroso
anto suroso Mohon Tunggu... -

maju bersama pasti bisa

Selanjutnya

Tutup

Politik

GOLKAR Antara Keserakahan dan Oportunis

5 Maret 2014   22:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:12 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kiprah Partai Golkar selalu terdepan dalam perpolitikan di tanah air, selain partai yang telah berumur golkar juga kerap menjadi partai yang mampu beradaptasi dalam setiaap peristiwa perpolitikan di tanah air. Ketangguhan Partai Golkar terutama karena secara cepat dan tepat melakukan konsolidasi organisasi, membebaskan diri dari pengaruh militer, menghapuskan stigma, reorganisasi partai sehingga lebih otonom.


Partai Golkar selalu memainkan peran partainya seperti menjalankan bisnis dan politik untuk selalu mengambil keuntungan dari pemerintah, mengikuti arus yang menguntungkan. Namun, keperkasaan Partai Golkar surut secara dramatis dalam Pemilu 2009 sejalan dengan semakin menguatnya gelombang pragmatisme politik yang mendorong semakin merebaknya transaksi jual beli kekuasaan. Para elite parpol telah terjebak mengerdilkan makna partai sebagai pejuang kepentingan publik dan menjadi monster penyergap kekuasaan. Penyebab lain, Partai Golkar tidak tekun membangun kapasitas individu dengan melakukan pendidikan kader yang andal. Caranya, menggembleng kadernya sehingga memiliki karakter, mentalitas, panggilan untuk mendermakan dirinya untuk kepentingan umum.

Partai Golkar dalam kancah perpolitikan negeri ini kembali menjadi sorotan publik, masyarakat menyimak pernyataan ketua umum partai berlambang pohon beringin tersebut, mana kala Partai Golkar tidak akan beroposisi jika kalah dalam pemilu legislatif (pileg) maupun pemilu presiden dan wakil presiden (pilpres). Jika pada pemilu 2014 Partai PDIP dengan Jokowinya ataupun dengan Megawatinya menjadi yang terdepan maka "Kalau diajak, tentu Golkar ingin bersama dengan Mega atau Jokowi dalam pemerintahan dan parlemen," kata Ketum DPP Golkar Aburizal Bakrie (ARB) dalam dialog dengan para pemimpin redaksi media massa di Menara Bank Mega, Jakarta, Selasa (4/3). Ketua umum partai Golkar juga menegaskan, beroposisi bukanlah budaya Golkar. "Golkar selalu di pemerintahan. Golkar ingin koalisi dibangun konstruktif sebagai sahabat sejati. Artinya, kalau salah kita katakan salah nantinya," jelas Ical.Sikap partai golkar ini bisa dikatakan sebagai sikap orpotunis, Oportunis adalah sikap tidak ingin berpihak kemana pun, kecuali untuk hal yang menguntungkan bagi dirinya. Biasanya orang oportunis lebih mementingkan diri sendiri sehingga terlihat egois dan nggak suka bekerjasama dengan orang lain.


Oportunis kalau dalam bahasa Inggris, “Opportunity” yang artinnya “kesempatan” atau “peluang”. Dan kemungkinan besar kata “oportunis” berasal dari kata berbahasa Inggris “opportunist” yang artinya orang yang rajin menangkap peluang atau menangkap kesempatan. Dalam pelajaran dan mata kuliah Ekonomi atau Manajemen dulu, “Opportunity” diajarkan sebagai konsep yang penting karena keberhasilan ekonomis dan kesuksesan orang salah satunya adalah akibat kemampuan memanfaatkan kesempatan dan peluang. Apalagi dalam ilmu ekonomi di sekolah-sekolah dan universitas yang telah dirasuki oleh kurikulum, ideologi, dan cara pandang kapitalistik, kemampuan membaca dan memanfaatkan peluang merupakan keutamaan untuk memenangkan persaingan.


Dari perspektif sejarah Orde Baru, Golkar adalah partai penguasa dalam arti sebenar-benarnya. Amat panjang jika menceritakan kelakuan partai berlambang beringin tersebut, partai yang di bawah Presiden Soeharto. Cukup dikatakan bahwa dari masa inilah akar watak asli Golkar sebagai partai penguasa itu muncul. Selama 32 tahun, Golkar hidup dalam gelimang kekuasaan.Golkar adalah partai patronistis (penghambaan). Namun, patron Golkar itu bukanlah figur-figur  seperti Soeharto, Akbar Tandjung, JK, ataupun Ical. Patron Partai Golkar tak lain dan tidak bukan adalah kekuasaan itu sendiri. Di mana di situ ada kekuasaan, di situ pula Golkar berada. Politik adalah  kekuasaan semata, Tidak ada yang lain. Logika kekuasaan hanyalah kepentingan. Dan, tidak ada yang bersifat permanen dalam berpolitik, semua sangatlah tergantung dari kepentingan. Kepentingan itu sendiri yang sifatnya permanen. Maka, berpolitik itu, tidak ada namanya teman abadi. Semua dapat berubah. Sesuai dengan tingkat kepentingan. Parameter paling utama dalam berpolitik adalah kepentingan. Dan, yang disebut dengan ‘koalisi’, hanyalah proses tawar menawar, yang dilandasi kepentingan, yaitu kekuasaan. Siapa akan mendapatkan apa.


Sudah saatnya Partai Golkar melakukan koreksi total terhadap orientasi dan praktik politik yang cenderung pragmatis dan oportunis seperti yang diperlihatkannya kepada publik selama ini. Seharusnyalah partai ini tidak menambah panjang daftar keburukannya di mata publik dengan melempar wacana-wacana yang tidak logis dan absurd. Ingat, kasus lumpur Lapindo dan tunggakan pajak grup usaha Bakrie pada negara masih menjadi catatan buruk bagi Aburizal Bakrie yang merupakan Ketua Umum Partai Golkar. Hal itu tentu akan berdampak pula pada citra Partai Golkar yang kini dipimpinnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun