Mohon tunggu...
Purbo Iriantono
Purbo Iriantono Mohon Tunggu... Jalani inspirasi yang berjalan

"Semangat selalu mencari yang paling ideal dan paling mengakar" merupakan hal yang paling krusial dalam jiwa seorang yang selalu merasa kehausan kasih...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Arti Yong-yen, "Porno, No Horror, Yes! Jadi Bibit Korup, Ok!"

3 Januari 2020   11:40 Diperbarui: 4 Januari 2020   14:42 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Panganan atau jajanan yang bernama 'Yong-Yen' (YY) ini memang sangat menarik sekaligus mengenyangkan dan terkesan 'bersih' (implikasinya jadi nampak 'higienis'). Panganan ini terkenal juga di Bandung (makanya ada Yong Yen Bandung).Betapa menariknya lapisan luar sang YY itu, putih mulus dan umumnya 'montok' pula!

Isi yang dikandung YY ini -pun biasanya 'berbobot', bahkan jauh lebih berbobot dari sang lapis luar, dari kacang ijo, kumbu, sampai daging apapun kecuali kambing dan 'kirik'; mungkin karena kambing sudah terlalu banyak atau umum dalam menu lainnya, sedangkan 'kirik' (anjing) hanya dilegalkan di propinsi tertentu. Singkat cerita, YY itu panganan paling 'seksi' dan 'berterima untuk semua usia' (kecuali yang isi babi tentunya). 

Bila YY itu kita umpamakan dengan masalah porno dan problem filem atau cerita horror hantu, tentunya akan sangat 'afdol'. Lapisan luar yang senantiasa montok dan mulus itu kita analogikan dengan masalah perpornoan dan isinya kita analogikan dengan masalah filem atau cerita horor, karena isi YY yang sudah kedaluarsa dapat juga jadi sangat amat menakutkan.  

Setiap kali masuk ke warnet, selalu terpampang tulisan terang "DILARANG NONTON FILM ATAU FOTO PORNO, BILA KETAHUAN LANGSUNG MATI DAN HANGUS BIAYA RENTAL YANG PRABAYAR". Aku senyum-senyum asin setiap kali baca plakat seperti itu.

Mengapa? Karena setiap aku di warnet, paling sering kujumpai anak-anak tanggung nonton filem atau cerita horor hantu yang menyeramkan, dan didiamkan saja! Ini, menurutku, sungguh seperti panganan YY terbalik! Untunglah aku tidak lulus kuliah di psikologi. Seandainya aku lulus, dan melanjutkan kerja di biro konsultasi, bisa-bisa mati di meja kerja!

Orang kecanduan seks atau porno masih bisa dipulihkan dengan waktu relatif singkat (paling lama setahun), tapi sifat 'penakut' yang dibiasakan dengan melihat filem atau cerita horor seperti 'pocong' dkk., sampai si konsultan sekarat dan besok pagi akan jadi 'almarhum', si klien tetap akan penakut.

Penakut juga menurun atau menular? Bila orang-tua penakut, nyaris pasti anak keturunannya akan jadi 'lebih penakut' (mungkin ditambah  gejala sedikit 'pengecut'), cucunya mulai jadi 'pengecut' dan seterusnya. Dan orang yang penakut (apalagi pengecut) biasanya berhubungan dengan kurang 'rasa percaya- diri' dan kekurangan rasa percaya diri adalah bibit unggul untuk tumbuh-kembangnya perilaku 'korup'!

Itulah juga, alasanku anti KPK 'jadul' (edisi pra-kekinian) yang hanya gemar OTT, tapi tak pernah menyinggung sedikit pun upaya pencegahan yang terkait tayangan filem horror. Padahal inilah bibitnya! Orang ramai kampanye anti korupsi dan puja-puji lembaga KPK sebagai superbody, tapi tak pernah merasa alergi dengan filem horror untuk semua umur.

Mungkin filem itu dimaksudkan untuk menakuti dan menghindari perbuatan tak terpuji lainnya (ini versi 'kependetaan'; saya memakai kata kependetaan untuk muwakili para pemuka agama seluruhnya), tapi ini berarti penyakit sama obatnya tidak imbang, orang sakit pilek biasa diberi resep 'mogadon'!

Sebaliknya, masalah porno itu masih belum jelas amat. Apakah raja Banten yang punya selir sampai tiga ratus itu bukan mesum? (lihat Sejarah Tanah Jawa karya John Joseph Stockdale). Mungkinkah ormas anti pelacuran itu berani menentang raja Banten? Dulu banyak ormas yang menentang pelacuran, tapi para pemuka agamanya merasa bangga bila beristri lebih dari satu.

Alasannya, asal kaya dan bisa menyejahterakan selir 'no problem'. Apa selir yang disejahterakan oleh materi semata itu tidak idem dengan 'pelacur berkedok agama resmi'? Saya pernah dalam perjalanan berjumpa dengan seorang radikal yang menyombongkan limpahan proyek pembangunan tempat ibadah dan dipercaya oleh pihak asing sponsor keyakinannya, dan ia membanggakan diri karena telah mampu menyejahterakan banyak istri piaraannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun