Mohon tunggu...
Antonius Sihombing
Antonius Sihombing Mohon Tunggu... Lainnya - Anton

Content Writer

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kasus Mutilasi Pemuda di Bekasi dari Perspektif Pengelolaan Konflik

18 Desember 2020   20:09 Diperbarui: 18 Desember 2020   20:10 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: megapolitan.kompas.com

Kasus mutilasi yang dilakukan oleh seorang pemuda di Bekasi terjadi pada Kamis (10/12/2020) yang dimana pemuda berinisial A (17) melakukan aksi mutilasi terhadap DS. Menurut informasi yang ada, pelaku melakukan aksi mutilasi tersebut karena merasa sakit hati atas perbuatan korban yang kerap melecehkan pelaku. Dapat dikatakan aksi mutilasi ini dilakukan oleh pelaku karena terdapat konflik yang timbul diantara pelaku dan korban.

Ting Toomy (2003) mendefinisikan konflik merupakan persepsi atau ketidakcocokan suatu harapan, proses, dan hasil yang sebenarnya, antara dua pihak atau lebih, baik itu dalam sebuah organisasi maupun budaya. Konflik dapat terjadi karena ada hal yang memicu terjadinya sebuah konflik. Pihak-pihak yang terlibat konflik, dalam memproses sebuah konflik melibatkan ego dari masing-masing pihak yang tentunya memiliki tujuan untuk memenuhi ego dari masing-masing pihak. Konflik dapat diperlihatkan dari agresi fisik yang terbuka (ekspresi verbal, perilaku pihak yang terlibat, kerusuhan, dan sebagainya. Dalam konflik, perilaku tidak selalu menyakiti atau membuat frustasi orang lain. Namun, pada ujungnya akan berakhir pada hasil yang tidak baik. Namun juga dilihat dari kasus mutilasi yang dilakukan pemuda ini, konflik yang ada berujung pada hal yang lebih parah dibandingkan menyakiti atau membuat frustasi orang lain, yaitu berujung kematian.

Pada kasus ini, konflik terjadi karena pelaku merasa tidak terima terhadap korban yang kerap melecehkan pelaku. Berdasarkan informasi yang didapat, konflik berawal dari korban yang terus memaksa pelaku untuk berhubungan seksual dengan pelaku sekitar sebanyak 50 kali. Dari sini dapat dilihat bahwa ego dari korban yang ingin memuaskan hawa nafsu seksualnya dengan melampiaskan kepada sang pelaku. Untuk melancarkan aksi dengan tujuan memuaskan hawa nafsunya tersebut, pelaku selalu diimingi bahwa akan diberi uang 100 ribu rupiah setelah melakukan hubungan seksual dengan korban. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar pelaku mau untuk memuaskan hawa nafsu sang korban. Namun faktanya nominal yang diterima pelaku terus berkurang, bahkan sampai pelaku tidak diberi uang sama sekali.

Ego dari sang korban memicu terjadinya konflik dengan pelaku. Sang korban ingin ego nya terpenuhi, namun ia melakukannya dengan membuat sang pelaku frustasi atas perlakuan dari korban. Selain itu, dari sini dapat dilihat terjadi ketidakcocokan suatu harapan dengan hasil yang sebenarnya. Harapan yang pelaku inginkan adalah diberi uang sebesar 100 ribu rupiah, namun hasil yang sebenarnya atau kenyataannya adalah nominal uang yang pelaku terima dari korban terus berkurang, bahkan tidak diberi sama sekali. Hal ini yang menyebabkan konflik terjadi antara pelaku dan korban.

Merasa sakit hati, pelaku melancarkan aksi mutilasi terhadap korban sebagai pelampiasan. Dari cara pelaku melampiaskan rasa sakit hatinya, dapat dilihat manajemen konflik yang digunakan oleh pelaku. Terdapat 5 jenis manajemen konflik yaitu menghindar, mengakomodasi (menghasilkan), bersaing (mendominasi), kolaborasi (berintegrasi), dan berkompromi (mis. Rahim, 2002, Ting Toomey, 2005).

Berdasarkan 5 jenis manajemen tersebut, cara pelaku untuk memanjemen konfliknya terhadap korban dengan cara bersaing atau mendominasi. Manajemen konflik ini adalah cara memanajemen konflik dengan situasi yang akan menunjukan adanya salah satu pihak yang mengalami kemenangan atau kekalahan. Bersaing dalam suatu konflik ditandai dengan perilaku agresif (cekatan), ketegasan, ancaman dalam persaingan dan sebagainya. Hal ini dapat dilihat dari sang pelaku yang “memenangkan” konflik ini dengan caranya yaitu melakukan aksi mutilasi terhadap korban.

Setelah terungkap aksi mutilasi yang dilakukan pelaku, kepolisian terus melakukan penyidikan terhadap kasus mutilasi pemuda ini. Namun, pelaku masih tergolong dibawah umur dengan umurnya yang masih 17 tahun. Oleh karena itu, Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Bekasi mengambil peran untuk mengusut kasus mutilasi pemuda ini. Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Bekasi akan memberikan dampingan psikologis kepada pelaku, agar bisa memberi masukan kepada pihak kepolisian untuk langkah penyidikan berikutnya. 

Dari sini juga dapat dilihat manjemen konflik yang terjadi. Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Bekasi berperan sebagai pihak lain yang terlibat dalam penyelesaian konflik atau masalah yang ada. Manajemen konflik yang digunakan adalah mengakomodasi (menghasilkan). Manajemen konflik mengakomodasi atau menghasilkan merupakan manejemen konflik yang dalam penyelesaiannya menyerahkan tuntutan kepada pihak lain. Konflik yang terjadi adalah konflik antara pelaku dan korban. Namun, KPAD sebagai lembaga yang memiliki kewenangan atas sang pelaku menjadi pihak lain yang terlibat dalam konflik antara pelaku dan korban.

Sebuah konflik sebenarnya tidak hanya memberikan dampak negatif pada pihak-pihak yang terlibat. Konflik juga dapat memberikan dampak baik atau dampak positif, namun tergantung dari cara penyelesaian konflik tersebut. Dari kasus mutilasi yang dilakukan oleh pemuda ini, dapat dilihat dampak yang didapatkan dari konflik antara pelaku dan korban adalah dampak negatif. Dampak yang didapatkan adalah tewasnya pihak korban, tentu saja ini adalah dampak negatif yang didapatkan. 

Sebenarnya, pelaku dapat menggunakan manajemen konflik lain agar dapat menyelesaikan konflik dengan dampak yang positif. Manajemen konflik yang digunakan oleh pelaku untuk menyelesaikan konflik tersebut adalah mendominasi, dimana akan ada pihak yang menang dan kalah. Pelaku ingin mendominasi atau ingin “memenangkan” konflik tersebut, sehingga melakukan aksi mutilasi yang mmebuat korban ”kalah” dalam konflik tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun