Stigma pada suami akan muncul ketika seorang istri memiliki gaji yang lebih besar, apalagi jika ternyata selain gajinya lebih tinggi karirnya pun lebih bagus dan lebih tinggi pula jabatan maupun kedudukannya.Â
Secara umum suami adalah sosok pencari nafkah untuk memenuhi segala kebutuhan anak dan istrinya, suami bertanggungjawab penuh terhadap keberlangsungan hidup sebuah keluarga dari mulai kebutuhan sehari-hari yang harus tercukupi dengan baik, biaya pendidikan dan masa depannya. Â
Seorang suami merupakan figur dihadapan istri dan anak-anaknya, selayaknya dapat memberikan contoh maupun teladan dalam segala bentuk kehidupan termasuk dalam perihal melaksanakan kewajibannya menjadi 'tulang punggung' untuk memenuhi nafkah hidup bagi keluarganya.
Tetapi zaman sekarang ceritanya lain, dahulu seorang suami sangat dituntut sekali untuk benar-benar menjadi tulang punggung keluarga karena seorang istri memiliki keterbatasan untuk melakukan ekspresi dan aktivitasnya yang memang dibatasi oleh kebiasaan lingkungan, budaya dan tata krama yang dianut pada masa itu.
Pada zaman sekarang dengan bergulirnya waktu dan berkembangnya kehidupan masyarakat yang tadinya seolah 'pantrangan' maupun 'keterbatasan' seorang istri kini telah hilang ditelan bumi yang akhirnya pada masa sekarang orang tidak melihat lagi jenis kelamin yang ada, dengan meluasnya paham-paham kebebasan hidup, berubahnya pola fikir, meningkatnya pendidikan dan munculnya era globalisasi dunia sehingga yang dilihat hanyalah faktor "skill" dan kemampuan.
Artinya pada zaman sekarang jenis kelamin sudah tidak diperhitungkan lagi sebagai suatu kelemahan, akan tetapi kemampuanlah yang dilihat dan diperhitungkan baik oleh masyarakat maupun institusi negara. Seorang perempuan pada zaman sekarang berhak mendapatkan pendidikan, dapat bekerja, berlomba dan bersaing dengan laki-laki bahkan bisa menjadi pemimpin negara jika memang ia mampu untuk mendapatkannya.
Maka tidak heran kalau ternyata sekarang banyak istri yang memang mampu lebih besar gajinya, lebih banyak pendapatannya atau lebih tinggi jabatannya dibandingkan suami, maka mungkin saja timbul rasa minder atau kecemburuan seorang suami terhadap istrinya.
Stigma pada suami akan terjadi ketika seorang istri memiliki gaji yang lebih besar, rasa waswas timbul menghantui pikirannya, rasa cemburu muncul dan tidak menutup kemungkinan merasa harga dirinya turun dan kendali keluargapun berada di tangan istrinya.
Maka selayaknya seorang suami tetap menunjukan jati dirinya sebagai kepala keluarga yang mampu melayani dan melindungi anak dan istrinya dalam situasi apapun, hindari perasaan yang tidak berdasar seperti rasa cemas, takut, minder dan perasaan 'terkalahkan!' oleh istrinya.
Mindset, pemikiran yang terbentuk sesuai dengan pengalaman dan keyakinan akan mempengaruhi perilaku maupun cara berfikir suami dalam menentukan suatu sikap pandangan hingga masa depannya. Maka harus dikuatkan bahwa meskipun seorang istri memiliki gaji yang lebih tinggi akan tetapi seorang suami tetaplah suami yang akan menjadi kepala dalam keluarga, menjadi figur yang abadi, yang tidak mungkin digantikan istrinya, anggaplah gaji yang lebih tinggi sebagai kelebihan istrinya yang justru akan memperkuat keluarga dalam segi ekonominya.