Mohon tunggu...
antika salsabila
antika salsabila Mohon Tunggu... Pelajar

hobi saya berenang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bayang Bayang Dibalik Senyum

26 September 2025   14:00 Diperbarui: 26 September 2025   13:56 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di sebuah desa kecil yang damai, hiduplah seorang laki-laki bernama Darma. Ia dikenal sebagai orang yang pandai berbicara, ramah, dan selalu menebar senyum di hadapan orang lain. Setiap kali ada pertemuan warga atau acara keagamaan, Darma selalu berada di barisan depan, paling rajin mengingatkan orang lain tentang kebaikan dan kejujuran.

Namun, senyum manis dan kata-kata bijaknya hanyalah topeng. Di balik itu semua, Darma menyimpan sifat munafik yang tak banyak orang tahu. Ketika di depan warga, ia berkata tentang keikhlasan, namun ketika sendirian, ia menghitung-hitung keuntungan yang bisa diperoleh dari setiap kesempatan. Darma berlagak peduli terhadap tetangganya yang miskin, tetapi diam-diam ia mempermainkan bantuan yang seharusnya diterima mereka.

Salah satu tetangga yang paling merasakan kejamnya sikap Darma adalah Sardi, seorang buruh tani tua yang hidup serba kekurangan. Sardi sering mendengar janji manis dari Darma, "Tenang saja, Pak Sardi, nanti saya pastikan bantuan itu sampai ke tanganmu." Namun kenyataannya, beras yang seharusnya ia terima selalu berkurang separuh.

"Ah, toh orang-orang tidak akan tahu," gumam Darma suatu malam, ketika ia menuangkan beras bantuan itu ke karung pribadinya. Hatinya telah mengeras. Ia tidak lagi peduli bahwa apa yang ia lakukan merugikan orang banyak.

Waktu terus berjalan, dan kemunafikan Darma semakin menjadi-jadi. Ia bahkan berani berkhutbah di masjid, menasihati warga agar menjauhi sifat tamak dan berlaku jujur. Ironisnya, ketika ia pulang, ia sendiri yang menjadi contoh paling nyata dari ketamakan.

Suatu hari, bencana menimpa desa itu. Hujan deras menyebabkan tanah longsor, menutup akses jalan dan merusak banyak rumah. Warga desa saling membantu, bergotong royong tanpa pamrih. Hanya Darma yang sibuk mengatur dan berkoar, "Kita harus saling bantu, jangan ada yang mementingkan diri sendiri!" katanya lantang. Tapi ia sendiri enggan turun tangan, hanya berdiri dengan tangan bersih tanpa sedikit pun lumpur.

Warga mulai merasa janggal. Beberapa orang, termasuk Pak Sardi, mulai berani bersuara. "Kita sudah lama menutup mata," kata Sardi lirih kepada warga lain. "Tapi lihatlah, selama ini siapa yang paling keras bersuara, tapi paling sedikit berbuat?" Ucapannya menyalakan kesadaran orang-orang.

Kabar tentang perbuatan Darma akhirnya terbongkar. Seorang pemuda menemukan bukti karung bantuan yang disembunyikan di gudang Darma. Berita itu menyebar cepat, membuat warga terkejut sekaligus marah. Saat dikonfrontasi, Darma masih berusaha tersenyum, menutupi kesalahannya dengan alasan yang dibuat-buat.

"Ah, itu hanya salah paham," katanya dengan nada tenang. "Saya simpan untuk sementara, nanti juga akan saya bagikan."

Namun, senyum palsu itu tak lagi mampu menipu. Warga sudah melihat sendiri bukti nyata kemunafikan Darma.

Hari-hari setelah itu, Darma hidup terasing. Senyum yang dulu dihormati, kini menjadi simbol kepalsuan. Ia berjalan di jalan desa tanpa ada yang menyapa, bahkan anak-anak kecil pun menjauh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun