Mohon tunggu...
annisa latifatul
annisa latifatul Mohon Tunggu... A student deeply focused on their studies.

"Saya adalah individu yang ramah dan suka belajar hal-hal baru. Di waktu luang, saya senang membaca buku fiksi dan bermain di alam."

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Ketika Tren Gula Mengintai Kesehatan Anak Muda

12 September 2025   06:10 Diperbarui: 12 September 2025   06:10 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Dalam beberapa dekade terakhir, pola hidup masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda, mengalami perubahan signifikan. Kemajuan teknologi dan gaya hidup instan membuat konsumsi makanan serta minuman manis semakin meningkat. Fenomena ini melahirkan istilah "generasi manis", yang menggambarkan anak muda yang akrab dengan gula, mulai dari boba, kopi susu, minuman bersoda, hingga camilan cepat saji. Meski terlihat sepele, kebiasaan ini menyimpan ancaman serius berupa meningkatnya risiko diabetes melitus di usia produktif.

Di satu sisi, konsumsi gula memang memberi energi cepat bagi tubuh. Gula sederhana seperti glukosa dibutuhkan sel untuk menghasilkan energi sehingga tubuh dapat beraktivitas. Tidak heran, makanan manis sering menjadi "penyemangat" ketika lelah atau penambah mood saat stres. Namun, konsumsi berlebihan dapat menimbulkan efek jangka panjang yang berbahaya. Diabetes melitus tipe 2, yang dahulu identik dengan usia lanjut, kini justru banyak ditemukan pada kelompok usia muda akibat pola makan tinggi gula, kurang aktivitas fisik, dan gaya hidup sedentari.

Data Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa prevalensi diabetes di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Kondisi ini menjadi alarm keras, mengingat diabetes bukan hanya mengurangi produktivitas, tetapi juga memicu berbagai komplikasi, seperti gagal ginjal, stroke, hingga penyakit jantung. Apabila generasi muda sudah terjebak dalam pola konsumsi tinggi gula, maka beban kesehatan masyarakat di masa depan akan semakin berat.

Di balik ancaman tersebut, terdapat pula faktor pro yang sering dijadikan alasan anak muda tetap mengonsumsi gula berlebih. Salah satunya adalah tren gaya hidup. Minuman manis dan camilan kekinian dianggap sebagai bagian dari gaya hidup modern dan sarana bersosialisasi. Media sosial turut memperkuat tren ini dengan mempopulerkan berbagai produk manis sebagai konten estetik dan gaya hidup "anak gaul". Dari sudut pandang psikologis, gula juga dapat memicu pelepasan hormon dopamin yang menimbulkan rasa senang sesaat, sehingga sulit dihindari.

Namun, sisi kontra dari kebiasaan ini jauh lebih besar. Konsumsi gula berlebihan sejak muda meningkatkan risiko resistensi insulin, obesitas, hingga sindrom metabolik. Hal ini membuat anak muda rentan mengalami diabetes lebih dini, bahkan sebelum memasuki usia 30 tahun. Jika dibiarkan, generasi produktif yang seharusnya menjadi aset bangsa justru akan terbebani masalah kesehatan kronis. Lebih jauh, biaya pengobatan diabetes dan komplikasinya berpotensi menambah beban ekonomi keluarga maupun negara.

Melihat kondisi tersebut, edukasi mengenai bahaya konsumsi gula berlebihan sangat penting untuk digencarkan. Pemerintah bersama tenaga kesehatan dapat mengkampanyekan pola hidup sehat, seperti "Batasi Gula, Garam, dan Lemak (GGL)", serta mengedukasi generasi muda agar lebih cerdas dalam memilih makanan. Selain itu, anak muda juga perlu didorong untuk aktif berolahraga, memperbanyak konsumsi buah dan sayur, serta mengurangi ketergantungan pada minuman manis instan.

Pada akhirnya, generasi muda harus menyadari bahwa kesehatan adalah investasi jangka panjang. Mengurangi konsumsi gula bukan berarti kehilangan gaya hidup modern, melainkan bagian dari tanggung jawab menjaga masa depan. Dengan pola hidup sehat, generasi muda dapat terbebas dari jeratan "generasi manis" yang berujung pada risiko diabetes.

KATA KUNCI: Gula, diabetes melitus, generasi muda, kesehatan masyarakat

DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan RI. (2022). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI..

World Health Organization (WHO). (2021). Diabetes. Retrieved from https://www.who.int.

International Diabetes Federation (IDF). (2021). IDF Diabetes Atlas (10th ed.). Brussels: IDF..

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun