Perubahan kurikulum yang terjadi secara dinamis mencerminkan kebutuhan bangsa untuk senantiasa menyempurnakan sistem pendidikan agar sesuai dengan tantangan zaman. Kurikulum Merdeka merupakan salah satu wujud pembaruan pendidikan yang menekankan pembelajaran yang lebih fleksibel, adaptif, serta berorientasi pada perkembangan karakter peserta didik. Fokus utama dari kurikulum ini adalah penguatan nilai-nilai dasar kebangsaan yang dirumuskan dalam Profil Pelajar Pancasila, yang mencerminkan upaya mendasar dalam membentuk insan Indonesia yang unggul, berkarakter, dan siap menghadapi tantangan global.
Profil Pelajar Pancasila memuat enam dimensi utama, yakni: beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia; berkebinekaan global; bergotong royong; mandiri; bernalar kritis; dan kreatif. Keenam dimensi ini merupakan panduan nilai dan kompetensi yang ingin ditanamkan sejak usia dini melalui berbagai aktivitas pembelajaran, baik intrakurikuler, kokurikuler, maupun ekstrakurikuler. Untuk mendukung pencapaian dimensi tersebut, Kurikulum Merdeka mengembangkan pendekatan pembelajaran berbasis proyek yang disebut Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Pendekatan ini dirancang untuk memberi kesempatan kepada anak-anak terlibat secara aktif dalam kegiatan yang menstimulasi keterampilan berpikir, membangun karakter, serta memperkuat pemahaman terhadap nilai-nilai Pancasila melalui pengalaman nyata.
Perencanaan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila
Penerapan proyek dilakukan secara sistematis dan bertahap. Tahapan pertama adalah perencanaan yang melibatkan pembentukan tim fasilitator. Tim ini bertugas merancang kegiatan proyek sesuai dengan visi pendidikan lembaga, karakteristik peserta didik, serta isu aktual yang relevan. Penentuan dimensi karakter yang akan dikembangkan disesuaikan dengan kebutuhan dan konteks lokal. Sebagai contoh, dalam pelaksanaan salah satu proyek, dipilih tiga dimensi utama yang dikembangkan, yaitu: beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME serta berakhlak mulia; bergotong royong; dan kreatif. Pemilihan ini didasarkan pada relevansinya dengan tujuan jangka panjang pembentukan karakter anak.
Tema proyek juga dirancang kontekstual dan aktual. Salah satu tema yang diangkat adalah "Aku Sayang Bumi" dengan topik tamanisasi menggunakan barang bekas. Tujuan utama dari tema ini adalah membangun kesadaran peserta didik terhadap pentingnya menjaga lingkungan hidup serta memupuk rasa tanggung jawab terhadap alam. Anak-anak diajak untuk mengeksplorasi permasalahan lingkungan di sekitar mereka, seperti sampah plastik, dan mengolahnya menjadi karya yang bermanfaat. Proses ini bukan hanya mengasah kreativitas, tetapi juga menanamkan nilai religius dan rasa syukur atas ciptaan Tuhan, serta menumbuhkan semangat kolaborasi dalam bekerja bersama teman.
Setelah perencanaan disusun, Tahap kedua pelaksanaan dilakukan secara bertahap dimulai dari pengenalan dan kontekstualisasi proyek. Anak-anak dikenalkan pada isu atau masalah melalui berbagai media seperti cerita, video, hingga kunjungan lapangan. Dalam kegiatan tamanisasi, mereka melakukan observasi terhadap lingkungan sekitar, mendiskusikan masalah sampah, dan berdialog langsung dengan narasumber dari bank sampah. Tahap ini bertujuan menggugah rasa ingin tahu dan mendorong anak untuk terlibat aktif dalam mencari solusi.
Tahap ketiga adalah aksi nyata di mana peserta didik mulai menuangkan ide dan gagasannya melalui aktivitas proyek. Anak-anak dilibatkan dalam proses kreatif membuat pot tanaman dari barang bekas, memilih tanaman yang cocok, serta merancang lokasi taman. Kegiatan ini bukan hanya melatih keterampilan teknis, tetapi juga melatih kerja sama, komunikasi, dan pengambilan keputusan. Selama proses berlangsung, anak diberikan keleluasaan untuk mengekspresikan ide secara mandiri dan bertanggung jawab atas hasil kerja mereka.
Tahap terakhir, kegiatan proyek ditutup dengan perayaan hasil belajar yang dilakukan dalam bentuk penanaman serentak dan pameran karya anak. Dalam kegiatan ini, anak-anak menunjukkan pot hasil karya mereka yang telah diisi dengan tanaman pilihan, serta berbagi cerita tentang proses yang telah mereka lalui. Perayaan ini menjadi momen penting untuk membangun rasa percaya diri, meneguhkan nilai gotong royong, dan memupuk rasa bangga atas hasil karya bersama. Kegiatan penutupan juga melibatkan kolaborasi dengan orang tua dan masyarakat sekitar sebagai bentuk dukungan terhadap proses pembelajaran yang telah dilalui.
Evaluasi
Seluruh rangkaian kegiatan didokumentasikan secara sistematis melalui jurnal, foto, video, dan portofolio peserta didik. Proses asesmen dilakukan secara formatif dan sumatif. Asesmen formatif dilakukan selama proses berlangsung untuk mengamati keterlibatan dan perkembangan anak, sedangkan asesmen sumatif dilakukan pada akhir proyek untuk menilai pencapaian karakter berdasarkan indikator yang telah ditentukan. Hasil asesmen disusun dalam bentuk laporan naratif yang menggambarkan perkembangan karakter anak secara holistik dan disampaikan kepada orang tua sebagai bagian dari laporan perkembangan anak.
Evaluasi terhadap pelaksanaan proyek dilakukan secara menyeluruh, mencakup desain, pelaksanaan, hasil kegiatan, dan penguatan kapasitas pendidik. Evaluasi difokuskan pada proses, bukan semata-mata hasil akhir. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menemukan strategi perbaikan pada pelaksanaan proyek di masa yang akan datang dan memastikan bahwa tujuan penguatan karakter dapat tercapai secara optimal. Evaluasi juga menjadi refleksi penting bagi guru dalam memahami efektivitas pendekatan yang digunakan serta tantangan yang mungkin dihadapi selama pelaksanaan proyek.
Tindak Lanjut
Kegiatan proyek tidak berhenti pada penutupan formal, tetapi dilanjutkan dalam bentuk program tindak lanjut. Kebiasaan dan nilai-nilai yang telah terbentuk selama proyek berusaha dipertahankan melalui aktivitas berkelanjutan, seperti merawat taman hasil proyek, melanjutkan kegiatan mendaur ulang barang bekas, serta melibatkan anak dalam kegiatan sosial lainnya. Tindak lanjut ini menunjukkan bahwa karakter yang dibangun bukan hanya hasil sementara, tetapi menjadi bagian dari budaya sekolah dan kebiasaan hidup sehari-hari peserta didik.
Implikasi P5 terhadap Penguatan Karakter
Penerapan proyek penguatan profil pelajar Pancasila telah menunjukkan kontribusi nyata dalam membentuk karakter anak usia dini. Dimensi religiusitas, kreativitas, dan gotong royong menjadi aspek yang paling menonjol berkembang. Anak-anak menjadi lebih terbuka dalam berinteraksi, mampu menunjukkan rasa empati, menyampaikan gagasan secara kreatif, dan berani bertanggung jawab terhadap hasil karyanya. Lebih dari itu, mereka belajar untuk menghargai proses, bekerja sama, serta membangun kesadaran diri sebagai bagian dari komunitas yang lebih luas.
Keseluruhan implementasi proyek ini mencerminkan bahwa pendekatan pembelajaran berbasis proyek merupakan strategi efektif dalam membentuk karakter sejak usia dini. Pendidikan tidak hanya berorientasi pada penguasaan materi, tetapi juga pada pembangunan nilai dan moral. Melalui pengalaman langsung, anak tidak hanya diajarkan tentang nilai-nilai Pancasila, tetapi juga mengalami dan menginternalisasi nilai tersebut dalam kehidupan nyata. Dengan demikian, pendidikan karakter menjadi lebih kontekstual, bermakna, dan berkelanjutan. Diharapkan pendekatan ini dapat terus dikembangkan dan diadaptasi oleh berbagai lembaga pendidikan, sehingga generasi penerus bangsa tumbuh sebagai insan yang berakhlak, cerdas, dan Pancasilais.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI