Mohon tunggu...
Annisa Dewi Suryani
Annisa Dewi Suryani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Aribisnis UIN Jakarta

Tidak semua yang kita lakukan harus disukai orang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Menambah Aktivitas Baru di Masa Pandemi dengan Bercocok Tanam

25 Juni 2021   17:20 Diperbarui: 25 Juni 2021   18:06 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Belakangan ini masyarakat mulai menaruh minat pada tanaman hias. Akibat merebaknya pandemi Covid-19 yang membuat aktivitas kita relatif lebih banyak berada di dalam rumah, hal tersebut tentu saja membuat kita merasa jenuh dan harus memutar otak untuk mencari aktivitas baru yang bermanfaat. Tidak banyak yang kita ketahui bahwa sebenarnya kebiasaan bercocok tanam memiliki dampak yang sangat baik untuk kesehatan mental.

Dikutip dalam penelitian Journal of Enfironmenta Horticulture bahwa “Peningkatan akses ke ruang hijau dapat mengurangi tekanan psikologis, gejala depresi, kecemasan klinis, dan gangguan perasaan pada orang dewasa”. Ruang lingkup pengaruh, peranan, media daam bercocok tanam sangatlah luas, masyarakat cenderung lebih memilih tanaman yang mudah untuk dirawat seperti: Peace Lily, Palem, Sansevieria, Monstera, Dieffenbachia, dan Lidah Buaya. Bukan untuk diperjualbelikan kembali, melainkan sebagai hiasan di dalam ataupun di luar rumah.

Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Bercocok Tanam

Dalam bercocok tanam kita perlu memperhatikan beberapa hal yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada tanaman, tanaman tidak perlu terlalu lama terkena panas matahari terlebih lagi jika yang ditanam adalah bunga dan tanaman hias lain yang tidak memerlukan paparan sinar matahari terlalu banyak seperti: Calathea, Sirih Gading Silver, Aglonema Merah, dan Monstera. 

Akan lebih baik jika ditaruh di bawah naungan seperti gabungan teralis besi ataupun pohon dewasa. Meskipun tak dapat dipungkiri bahwa matahari merupakan faktor eksternal penunjang pertumbuhan bagi tanaman, namun masih ada faktor lain yang menjadi penunjang pertumbuhan dan perkembangan pada tanaman yaitu faktor internal berupa hormon pertumbuhan sel, seperti: auksin, giberelin, brassinosteroid, etilen, jasmonat, asam salisilat, strigolakton, dan sitokinin yang dapat mempercepat atau mendorong pertumbuhan. 

Namun ada juga hormon yang memiliki efek buruk pada pertumbuhan yaitu asam absisat yang dapat meningkatkan benih dormasi dengan menghambat pertumbuhan sel pada tanaman, dormasi itu sendiri merupakan suatu keadaan berhenti tumbuh yang dialami organisme hidup. Tanaman membutuhkan hormon pada waktu yang sangat spesifik selama pertumbuhan karena mampu memecah dormasi bagi banyak tanaman dan dapat mengurangi stress abiotik seperti: salinitas, suhu ekstrim, dan kekeringan).

Media Tanam yang Biasa Digunakan dalam Bercocok Tanam

Dalam merawat tanaman diperlukan berbagai macam media tanam agar tanaman bisa terus tumbuh dan berkembang dengan baik. Penggunaan media tanam yang sering digunakan biasanya berupa tanah, akan tetapi hal itu tentu saja tidaklah cukup. Menurut Osman (1996) “Tanah dengan tekstur dan struktur yang baik sangat membantu keberhasilan usaha pertanian. Struktur tanah yang dibutuhkan oleh tanaman adalah struktur tanah yang gembur dan ruang porinya terisi air dan udara, sehingga penyerapan unsur hara dapat berjalan optimal”. Seperti sabut kelapa, sekam bakar, cocopeat, serat kayu, dan hidroponik. 

Sedangkan, wajah tanaman dapat berupa pot, polybag, dan vertikulur. Sebagai pemanfaatan tempat tanaman hias dengan harga yang murah dan efisien kita dapat menggunakan polybag sebagai wadah tanaman, karena harganya yang relatif murah dan efisien. Dikutip dalam Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan bahwa “Dalam dunia pertanian dan perkebunan, istilah polybag sebagai media tanam terutama dalam pembibitan dapat menghemat penggunaan lahan”.

Pengaruh Bercocok Tanam terhadap Kesehatan Mental

Di masa pandemi Covid-19 ini kita diharuskan untuk lebih memperhatikan kesehatan dan kebersihan lingkungan sekitar. Tidak hanya fisik saja, kesehatan mental juga perlu diperhatikan. Bagi para pekerja kantoran yang menghabiskan lebih banyak waktu berada di depan layar komputer, laptop ataupun gadget pasti cepat merasakan lelah dan membutuhkan media pemulihan stress dan penat. “Wanita dewasa relatif menunjukkan tingkat stress lebih tinggi saat jauh dari alam dibandingkan dengan laki-laki dewasa” (Roe et al. 2013). 

Sehingga tak jarang apabila bercocok tanam dijadikan sebagai aktivitas pilihan dalam pemulihan diri. Adapun eksperimen pada tahun 2012 di Michigan menemukan bahwa seseorang lebih mampu melakukan tes memori kerja (yang mengukur kemampuan seseorang untuk dapat fokus atau berkonsentrasi) setelah berjalan melalui arboretum hijau, dibandingkan dengan mereka yang berjalan di jalan perkotaan yang padat lalu lintas (Berman et al. 2012).

Peran Orang Tua dalam Bercocok Tanam

Untuk mengurangi kecanduan bermain gadget pada anak, para orang tua berinisiatif mengajak anaknya untuk ikut mengambil peran dalam bercocok tanam, sehingga anak dapat memahami akan pentingnya tanaman untuk lingkungan dan juga kesehatan. Seorang anak cenderung memiliki kemampuan berpikir dan daya ingat yang sangat tinggi sehingga pengenalan berbagai jenis tanaman terhadap anak sangat diperlukan. Menurut (Djamarah, 2003) “Kegiatan belajar tidak terlepas dari proses daya ingat, terutama bagi anak-anak, karena pada masa ini terjadi perkembangan memori yang sangat pesat, begitu pula dengan kemampuan daya ingatnya. Untuk menyimpan hasil belajar atau informasi yang diperoleh agar dapat digunakan kembali suatu saat, informasi ini harus disimpan dalam memori”. 

Orang tua dapat membantu sang anak untuk mengenal berbagai macam tekstur yang terdapat pada tanaman, dengan begitu sang anak untuk mengenal berbagai macam tekstur yang terdapat pada tanaman, dengan begitu sang anak dapat menstimulasi gerakan motorik dan juga sensorik “Gerakan motorik halus pada tangan dikoordinasikan dengan informasi perseptual yang diberikan melalui gerakan mata” (Mc Carty and others 2001). 

Tak hanya itu dengan bercocok tanam dapat mengajarkan anak untuk mencoba hal baru dan tidak takut terhadap kotor, dalam buku Dirt is Good karya Jack Gilbert, Ph.D. mengatakan bahwa “Organisme kecil di dalam tubuh dan lingkungan sekitar memiliki dampak besar pada kesehatan dan kesejahteraan”. Sedangkan menurut Dr. Deborah Ziotnik, seorang psikolog “Berkebun memiliki dampak positif pada psikologis anak-anak di era digital seperti saat ini”. Sementara itu dikutip dalam Journal An-Nafs menjelaskan bahwa “Anak kecil lebih optimis dengan kemampuannya mengingat dibandingkan dengan usia di atanya”.

Kesimpulan

Dampak dari pandemi Covid-19 membuat masyarakat mencari aktivitas baru untuk menghilangkan rasa jenuh dan stress yang seiring meningkat selama pandemi. Bagi para pekerja kantoran, berocok tanam merupakan aktivitas yang dilakukan untuk menenangkan diri. Wanita dewasa relatif menunjukkan tingkat stress lebih tinggi saat jatuh dari alam dibandingkan dengan laki-laki dewasa. Sehingga tak jarang apabila bercocok tanam dijadikan sebagai aktivitas pilihan dalam pemulihan diri. Dengan bercocok tanam masyarakat menjadi terbiasa untuk dapat menerapkan rasa peduli dan lebih memperhatikan lingkungan yang ada di sekitar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun