Mohon tunggu...
Annisa F Rangkuti
Annisa F Rangkuti Mohon Tunggu... Psikolog - 🧕

Penikmat hidup, tulisan, dan karya fotografi. https://www.annisarangkuti.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[MIRROR] Perempuan-perempuan Boneka

21 Desember 2011   05:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:57 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pas. Perempuan itu keluar dari club malam itu tepat ketika ia menghentikan mobilnya. Ia mendekat. Tak peduli pada lelaki yang terhuyung di rangkulan perempuan itu.

"Helena.." sapanya tegas. Perempuan itu tak menoleh. Ia bahkan tampak kepayahan kini. Lelaki yang dipapahnya terlalu gendut.

"Helena..." Panggilnya lagi. Sama saja. Perempuan itu tak menoleh. Lelaki berjaket hitam itu lalu menarik bahunya paksa. Perempuan itu terkejut. Lelaki di rangkulannya terlepas, menggeletak tanpa daya dalam kondisi mabuk berat.

"Helena, masih ingatkah kau padaku? Aku lelaki yang mencintaimu setengah mati sejak dulu. Aku lelaki yang setia menunggumu sampai kapanpun. Sampai mati pun aku rela." Mata lelaki itu membelalak, menggerayangi wajah perempuan itu hingga ia mundur beberapa langkah.

"Aku bukan Helena," jawab perempuan itu.

"Tidak mungkin! Kau Helena. Kau cinta matiku. Kalau kau berkilah, lebih baik tidak ada lelaki lain yang bisa menyentuhmu selain aku!"

"Siapa, kau? Aku bukan Helena!" teriak perempuan itu sambil berbalik, bersiap pergi.

"Kau Helena!" Lelaki itu mendekatkan tubuhnya.

Jantung perempuan itu mulai berdegup kencang. Wajahnya pias dan tubuhnya gemetar demi melihat wajah lelaki itu di bawah keremangan lampu jalan. Dingin dan beraura iblis. Pertanda buruk! Ia melangkah cepat. Lelaki itu menjejeri langkahnya. Ia percepat lagi langkahnya. Lelaki itu juga semakin cepat. Ia berlari, lelaki itu mengejar. Ia berlari. Terus berlari. Lelaki itu semakin cepat juga berlari. Tak peduli ia pada orang-orang dan kendaraan yang tiba-tiba melintas. Dalam pikirannya, ia hanya ingin menjauh dari lelaki tak dikenal ini. Ia masuki lorong-lorong sempit nan gelap. Di sebuah gang, ia berhenti. Bersandar menyamping pada bahunya sambil mengatur nafasnya yang tinggal satu-satu.

Ia baru akan berlari lagi ketika sebuah tangan meraih pundaknya. Ia menjerit tertahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun