Mohon tunggu...
Gemintang Juni
Gemintang Juni Mohon Tunggu... -

muda, religius, bersemangat, bermanfaat.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dampak Buruk UN

22 Mei 2014   15:29 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:14 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Mendengar kata UN, seolah mengingatkan saya setahun yang lalu ketika berada di tingkat SMA dan seolah menjadi momok yang menyeramkan bagi sebagian siswa/i yang menghadapinya. Bagaimana tidak? di sini saya akan berbicara terang-terangan sebagai siswi yang pernah merasakan perjuangan untuk lulus dalam Ujian Nasional karena murni dalam mengerjakan UN yang sempat membuat saya galau juga, karena meskipun selalu mendapatkan peringkat ke 1 di SMA, tetapi kekhawatiran tidak lulus UN pun sempat terbenak dalam pikiran saya. Karena kenyataannya, beberapa yang tidak lulus UN justru adalah siswa/i yang berprestasi.

Menjelang UN, biasanya sekolah mengadakan sosialisasi Ujian Nasional dan menambah jam belajar pada mata pelajaran yang akan di UN-kan seperti matematika, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan karena saya dari jurusan IPA sehingga pelajaran kimia, biologi dan fisika turut di UN-kan, sementara dari IPS ditambah geografi, sosiologi dan ekonomi,alhasil kami sebagai murid wajib mengikuti bimbingan belajar dan menambah bayaran extra. Guru-guru selalu memberikan peringatan kepada para muridnyabahwa UN itu tingkat kerumitannya akan bertambah setiap tahunnya, yang tadinya hanya 2 paket menjadi 5 paket bahkan tahun 2013 kemarin menjadi 20 paket dengan sistem barcode. Hal ini berdampak buruk terhadap mental murid karena mereka merasa ketakutan tidak lulus dalam Ujian Nasional. Baiklah, pemerintah akan berbicara bahwa tujuan diadakannya UN adalah untuk memajukan pendidikan di Indonesia, meratakan sistem pendidikan yang ada di Indonesia, mencerdaskan dan lain sebagainya. Eiiiiiittss lihat dulu kenyataannya,pendidikan di Indonesia saja belum merata, sekolah di desa dengan sekolah di kota jelas berbeda dari mulai fasilitas hingga kualitas guru yang mengajar. Akan tetapi ketika UN, semua soal disama ratakan tingkat kesulitannya, sehingga para pelajar yang sekolah di pelosok akan kesulitan karena mereka tidak mempunyai sejumlah buku paket yang menjadi tunjangan belajar, sekolah dan ruangan kelas yang layak pun tidak mereka dapat, serta tenaga pengajar yang berkualitas dibidangnya. jangankan untuk membeli buku paket karena pada kenyataannya masih banyak pelajar yang kurang mampu untuk membayar sejumlah biaya pendidikan, terlebih buku-buku paket mata pelajaran yang d UN-kan paling minim mereka hanya punya 1 LKS, yaaa meski ada beberapa di provinsi seperti DKI Jakarta dan Jawa Barat yang membebaskan biaya pendidikan sampai tingkat SMA akan tetapi tidak semuanya sekolah di provinsi Indonesia sudah gratis walaupun ada BOS dan beasiswa lain sebagainya tetapi setahu saya beasiswa untuk si miskin pun tak jarang di pangkas oleh para koruptor yang tidak memiliki hati, hmmm miris.. serta kurangnya tenaga pengajar di sekolah pelosok dan lain sebagainya menjadikan UN belum siap bagi para pelajar di beberapa daerah Indonesia.

Seperti yang kita tahu, bahwa anggaran untuk diadakannya UN dari tingkat SD hingga SMA sederajat bukan main besarnya karena mencapai hampir 1 triliunan dari APBN yang ditambah dari APBD. Dana sosialisasi UN saja mencapai belasan miliar, belum lagi untuk biaya percetakan kertas soal untuk didistribusikan ke seluruh rayon yang ada di Indonesia yang besarnya mencapai ratusan miliar, dan demi memperlancar pelaksanaan UN di SMP hingga SMA, pemerintah menganggarkan sebesar hampir 58 miliar untuk tim pengawas independen.

Saya berpendapat UN belum dapat dikatakan berhasil dalam proses pelaksanaan dan tujuannya. Kenapa coba? Nih yaa ane bocorin, bukan jadi rahasia umum lagi meskipun pemerintah melakukan berbagai upaya agar tidak terjadi kebocoran atau kecurangan dalam pelaksanaan UN, tetapi realitanya? UN bocor-bocor juga kawan, semakin pemerintah cerdik melakukan segala cara ataupun upaya agar UN tidak bocor, maka semakin cerdik pula oknum yang membocorkannya demi meraup keuntungan, kunci jawaban diperjual belikan dengan harga yang fantastis oleh oknum yang tidak bertanggung jawab bahkan para guru pun ikut membocorkan demi menjaga reputasi sekolah, karena sekolah akan memiliki reputasi baik jika muridnya 100% lulus dalam UN, bahkan terjadinya kecurangan di dinas pendidikan itu sendiri, sekolah seolah-olah bekerja sama dengan dinas dalam meluluskan pelajar di kabupaten, kota atau provinsinya.
Dimana letak kejujuran dalam pelaksanaan UN?, semua hanya omong kosong karena tak jarang siswa yang berprestasi tidak lulus dalam UN padahal mereka jujur dalam mengerjakannya, banyak juga yang santai-santai saja dalam menghadapi UN bagi kaum berduit karena kunci jawaban bisa dibeli oleh mereka walau dengan harga puluhan juta sekalipun. UN seolah menjadi lahan subur untuk korupsi karena transparansi dana UN tidak jelas dan terlalu royal pemakaiannya. Menurut pemikiran saya yang sempit, apakah tidak sebaiknya anggaran untuk UN yang diambil dari APBN dan APBD digunakan untuk membangun atau merenovasi sekolah-sekolah yang layak di pelosok negeri Indonesia dan meratakan sistem pendidikan yang ada di Indonesia. Masih banyak loh potret dari sekolah yang tertinggal karena minimnya kualitas para pengajar dan tidak layaknya gedung sekolah.

Oleh karenanya, saya dapat simpulkan banyaknya dampak buruk dari pelaksanaan UN itu sendiri. Mungkin beberapa akan saya sebutkan lagi yaitu:
1. Meningkatnya pelajar yang stress, tak jarang banyak pelajar yang suka kesurupan, galau, bahkan depresi dalam menghadapi UN. -__-
2. Tingkat bunuh diri pada kaum pelajar meningkat karena kecewa tidak lulus dalam UN, mereka malu dan seolah-olah jika tidak lulus UN berarti tidak ada masa depandan susah masuk PTN atau susah mencari pekerjaan setelah jenjang SMA/SMK walaupun pemerintah menyediakan UN paket C.
3. Banyak pelajar yang sudah tidak berfikir rasional, bayangkan saja… dulu saya lihat di berita bahwasanya tidak sedikit pelajar yang pergi ke dukun dan membeli pensil yang dipakai untuk UN dari si dukun, mandi kembang biar tidak apes ketika jawab soal hingga hal lain yang tidak masuk akal pun di lakoni. Kalau sekedar dzikir bersama, istighosah, dan kegiatan spiritual lainnya menjelang UN tidak masalah karena hal tersebut adalah upaya mendekatkan diri kita terhadap Allah dan untuk menguatkan mental bagi si pelaksana UN.
4. Terjadinya tindak kriminal karena UN, tak jarang ada kk kelas yang meminta sejumlah uang kepada adik-adik kelasnya dengan memaksa demi mendapatkan uang untuk membeli kunci jawaban. Istilah kerennya itu pemalakan. :/
5. Kecurangan dari oknum sekolah demi meluluskan semua muridnya.
6. Terjadinya tindak korupsi, karena anggaran UN sangat besar dan hal itu menjadikan UN sebagai lahan subur bagi para koruptor.
7. Terjadinya kemorosotan moral di kalangan terpelajar dan pendidik karena mengikisnya perilaku jujur bahkan terjadinya korupsi yang merugikan negara, banyak pelajar yang tak jujur dalam mendapatkan nilai UN bahkan citra pendidik pun buruk karena sebagian kalangan pendidik dan oknum dinas ikut membocorkan.
8. Setelah pengumunan kelulusan UN seolah menjadi euphoria dan pesta bagi sebagian pelajar dengan mabuk-mabukan, konvoi di jalan raya, memilok dan mencoret baju seragam dan hal konyol lainnya yang terkesan norak dan tidak bermanfaat. Memang tak sepenuhnya salah pemerintah, tapi karena UN tersebut mereka (sebagian pelajar) anggap sebagai sebuah kemenangan di akhir sekolah. Bayangkan…sekolah 3 tahun, kelulusan hanya ditentukan dengan UN yang dilaksanakan beberapa hari ditambah nilai UAS yang akhir-akhir ini ikut membantu dalam nilai UN. Seharusnya guru yang mengajar para murid-lah yang berhak menentukan lulus atau tidaknya seorang murid. Bukan UN.

Mungkin hanya beberapa yang saya sebutkan dan itu benar-benar terjadi alias fakta di lapangan,,

Okeee guys, saya kira Indonesia belum siap untuk mencontoh Negara maju dalam pelaksanaan Ujian Nasional. Para pelajar banyak yang belum siap untuk menerima UN, pendidikan belum merata dan kualitas tenaga pengajar/pendidik yang tidak sama, terjadinya kebocoran soal UN, transaksi kunci jawaban dan UN sebagai lahan subur terjadinya tindak pidana korupsi. saya setuju-setuju aja sih dengan adanya pelaksanaan UN asalkan hal-hal buruk di atas tidak terjadi :/ kalau lebih banyak hal buruk yang dihasilkan karena pengadaan UN, lalu apa gunanya UN? hanya buang-buang anggaran tapii tujuan Negara tidak tercapai. lebih baik Negara berhemat, jangan boros-boros dalam menggunakan APBN dan tinjau kembali pengadaan UN. Apakah UN sudah efektif? ^_^

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun